Ekonomi & Bisnis

Seafood Savers Dorong Petambak Udang Lokal Tembus Pasar Global

Ekonomi & Bisnis

9 Mei 2018 22:33 WIB

Udang Windu (Dok KKP)

BALI, Solotrust.com – Seafood Saver, sebuah landasan business-to-business yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia berhasil mendorong perbaikan kualitas petambak udang di Indonesia untuk tembus pasar global.

Hal ini terwujud setalah mereka mendapatkan sertifikasi ekolabel perikanan berkelanjutan Aquaculture Stewardship Council (ASC).



Capaian ini sekaligus membuktikan bahwa praktik budidaya di Indonesia mampu menembus dan bersaing dengan industri budidaya yang intensif dalam memenuhi standar sertifikasi berkelanjutan yang diakui pasar global.

Hingga saat ini, anggota Seafood Savers terdiri dari sembilan perusahaan perikanan tangkap, enam perikanan budidaya, dan dua buyer (wholesaler dan ritel). Dalam periode tahun 2017-2018, dua perusahaan anggota Seafood Savers dari sektor budidaya berhasil mendapatkan sertifikasi ekolabel perikanan berkelanjutan Aquaculture Stewardship Council (ASC).

Keduanya yakni tambak binaan PT Mustika Minanusa Aurora seluas 115 hektare untuk udang windu di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, dan 18 tambak udang vanamei seluas 9 hektare binaan PT Tiwandi Sempana yang merupakan penyuplai PT Bumi Menara Internusa di Probolinggo, Jawa Timur.

“WWF-Indonesia akan terus memastikan setiap langkah perbaikan dalam komoditas perikanan budidaya tersebut mengingat sertifikasi yang diraih berlaku hanya pada komoditas yang didaftarkan saja. Begitu pula dengan perbaikan perikanan tangkap, kami juga akan memastikan agar semua anggota Seafood Savers melakukan perbaikan yang diakui dan terdokumentasikan dalam fisheryprogress.org,” kata Manager of Aquaculture and Fisheries Improvement Program WWF-Indonesia Abdullah Habibi dalam pertemuan tahunan Seafood Savers di Denpasar, Selasa (8/5/2018) seperti dilansir dari laman WWF-Indonesia.

Untuk pasar domestik, hasil survei WWF-Indonesia dan Nielsen tahun 2017 menunjukkan sebanyak 26% dari total responden mengetahui produk perikanan yang diproduksi secara ramah lingkungan. Kendati demikian, hanya 17% saja yang mengatakan pernah mengonsumsi produk perikanan yang diproduksi secara ramah lingkungan.

“Dukungan pasar untuk memperluas implementasi praktik serupa oleh pelaku usaha lainnya menjadi salah satu tujuan utama Seafood Savers ke depannya. Peningkatan kesadaran konsumen yang signifikan terhadap konsumsi produk perikanan ramah lingkungan dapat mendorong kesiapan pasar domestik menyerap produk-produk yang diproduksi secara berkelanjutan,” tambah Abdullah Habibi.

Selain itu, Seafood Savers juga turut mendorongkan pemenuhan aspek perbaikan lingkungan melalui kegiatan penanaman mangrove. Selain memenuhi standar sertifikasi, kegiatan ini secara langsung telah berkontribusi bagi perlindungan habitat kritis di sekitar lahan tambak perusahaan.

Sejauh ini, total luasan lahan sebagai bentuk kompensasi atas konversi lahan budi daya yang telah dihijaukan adalah 40.41 Ha yang lokasinya berada di Aceh, Tarakan, Probolinggo, dan Makassar.

Terkait aspek sosial, Seafood Savers juga mendampingi perusahaan dalam pengelolaan pekerja tambak, mitigasi sekaligus meminimalisir dampak negatif serta mengoptimalkan dampak positif dari aktivitas budi daya kepada masyarakat sekitar.

Pertemuan tahunan Seafood Savers ini sekaligus juga sebagai ajang untuk meningkatkan sinergi dan komitmen penuh terhadap keberlanjutan serta memperkenalkan empat anggota baru yaitu PT IAMBEU Mina Utama untuk komoditas ikan karang budi daya, PT Mega Marine Pride untuk komoditas udang vannamei, dan dua buyer (wholesaler dan ritel) yaitu Natura Seafood dan Fish n Blues untuk 15 – 17 komoditas seafood. (Lin)

(way)