Hard News

BNPB: Korban Gempa Lombok Butuh Banyak Bantuan, Hindari Susu Formula!

Hard News

12 Agustus 2018 12:45 WIB

Bencana gempa bumi mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat pekan lalu membuat 387.067 jiwa mengungsi (BNPB)

JAKARTA, solotrust.com – Bencana gempa bumi mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat pekan lalu membuat 387.067 jiwa mengungsi. Mereka tersebar di ribuan titik dan memerlukan banyak bantuan karena belum semua kebutuhan dasar terpenuhi. Bahkan hingga Sabtu (11/08/2018) masih terdapat pengungsi belum mendapat bantuan, mengingat sulitnya akses untuk menjangkau lokasi.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis menyampaikan, pengungsi tersebar di ribuan titik, yakni Kabupaten Lombok Utara 198.846 orang, Kota Mataram 20.343 orang, Lombok Barat 91.372 orang dan Lombok Timur 76.506 orang. Tercatat dari sebanyak 387.067 jiwa pengungsi terdapat bayi dan anak-anak perlu mendapat perlakukan khusus selama mengungsi.



“Bayi dan anak termasuk kelompok rentan bersama dengan ibu hamil, lansia dan disabilitas. Mereka perlu mendapat perlakukan khusus karena rentan selama di pengungsian,” ujarnya, Minggu (12/08/2018).

Adapun hingga saat ini belum ada data berapa jumlah bayi dan anak-anak di pengungsian, diperkirakan mencapai puluhan ribu jiwa. Data sementara di Kabupaten Lombok Utara terdapat 1.991 jiwa balita berusia nol sampai lima tahun dan 2.641 jiwa anak-anak berusia enam hingga sebelas tahun.

Terkait bantuan, Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, pemberian bantuan berupa makanan untuk bayi dan balita tidak dapat dilakukan sembarangan di pengungsian. Ibu dan bayi masih menyusui harus mendapat perhatian. Air susu ibu merupakan makanan paling sempurna bagi bayi.

Menyusui dalam kondisi darurat harus terus dilakukan oleh ibu kepada bayi hingga usia dua tahun atau lebih. Air susu ibu tidak bisa digantikan dengan susu formula sebab terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih, alat memasak, botol steril dan lainnya sangat terbatas di pengungsian,” jelas dia.

Akibatnya, sambung Sutopo Purwo Nugroho, kasus-kasus penyakit diare pada bayi usia di bawah enam bulan yang menerima bantuan susu formula dua kali lebih banyak ketimbang yang tidak menerima bantuan itu. Bahkan pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya kekurangan gizi dan kematian bayi.

UNICEF dan WHO sebagai Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengingatkan bahaya pemberian susu formula di pengungsian. Banyak kasus saat bencana di dunia, pemberian susu formula kepada balita dan anak-anak justru meningkatkan penderita sakit dan kematian.

“Oleh karena itu, masyarakat/lembaga/relawan tanggap gempa diimbau tidak menyalurkan donasi susu formula dan produk bayi lainnya seperti botol, dot, empeng tanpa persetujuan dari Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat,” seru Sutopo Purwo Nugroho.

(and)