Pend & Budaya

Peredaran Antibiotik Secara Bebas di Indonesia Jadi Sasaran Penelitian Dosen UNS Bersama 4 Kampus Lain

Pend & Budaya

28 Agustus 2018 03:08 WIB

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Ari Natalia Probandari, dr, MPH, PhD (dok istimewa)

SOLO, solotrust.com- Permasalahan peredaran antibiotik secara bebas di Indonesia menjadi fokus para penerima hibah penelitian sebesar Rp 19 Miliar dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia. Penelitian itu bakal melibatkan WHO (World Health Organization) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

Adapun dalam riset itu, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta berkonsorsium dengan UNSW Sidney, Universitas Gadjah Mada (UGM), London School of Hygiene and Tropical Medicine dan The George Institute for Global Health.



Sebagai salah satu penerima hibah, Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Ari Natalia Probandari, dr, MPH, PhD menuturkan, peredaran obat antibiotik di Indonesia yang diduga masih dijual secara bebas menjadi project yang diusung.

"Edukasi terhadap masyarakat terkait dengan bagaimana cara mengkonsumsi antibiotik dan memperbaiki tata kelola peredaran antibiotik ini sangat penting dilakukan. Pasalnya, jika terjadi resistensi antibiotik, maka biaya kesehatan akan menjadi lebih tinggi," tutur Ari kepada solotrust.com Senin (27/8/2018)

Ari menguraikan, riset tersebut melalui tiga fase, yang pertama yaitu memahami persoalan terkait dengan peredaran antibiotik. Kedua, dengan membuat intervensi serta mencoba untuk memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana penggunaan antibiotik yang semestinya.

Fase terakhir, kata Ari, pihaknya melakukan evaluasi untuk mengetahui dampak dengan adanya intervensi tersebut, serta untuk memastikan hambatan dalam pengambilan kebijakan tentang kesehatan di Indonesia.

Lebih lanjut, pihaknya juga berencana untuk memberikan akreditasi kepada toko obat atau apotek supaya terdapat standarisasi dalam memberikan pelayanan penjualan obat.

"Kita dorong supaya apotek atau toko obat bisa mematuhi regulasi yang ada," jelasnya

Ari menambahkan, hibah riset dari DFAT Australia ini diharapkan bisa memotivasi dosen-dosen lain untuk bersemangat dalam melakukan riset. Riset yang ia lakukan dapat memberi dampak bagi bangsa dan negara ke depannya.

"Ini prestasi pertama saya yang melibatkan konsorsium dari berbagai negara. Tentunya butuh perjuangan keras untuk bisa memenangkan hibah riset ini. Semoga bisa menginspirasi dosen-dosen lain. Saya juga berharap melalui riset ini nantinya bisa memberikan masukan kepada Kemenkes tentang tata kelola peredaran antibiotik terutama yang selama ini dijual di apotek atau toko obat swasta,” pungkas Ari. (adr)

(wd)