SOLO, solotrust.com- Terkait pelemahan rupiah, ternyata menimbulkan dampak pada harga - harga komoditas impor seperti kedelai.
Naiknya harga komoditas kedelai ini, membuat sejumlah produsen makanan berbahan baku kedelai di Solo memilih menekan laba daripada menaikkan harga jual.
Salah satu produsen tahu, Dwiyono mengaku harga kedelai naik hampir setiap hari. Meski harga bahan baku terus naik, ia tidak menaikkan harga jual tahu, tetap dijual di harga Rp 250 / potong.
"Kalau harga saya naikkan, dagangannya tidak laku," ujarnya pada media, Jumat (7/9/2018).
Biasanya, pihaknya kompak dengan pedagang lain bila ingin menaikkan harga jual tahu. Menurutnya, harga yang dipatok antar pedagang harus sama, kalau tidak, akan terjadi kekacauan.
Bahan baku kedelai yang digunakannya adalah kedelai impor, akibatnya harga kedelai naik akibat pelemahan rupiah. Sebelumnya, harga kedelai sekitar Rp 7.000 per kg, saat ini naik menjadi Rp 7.700 / kg. Padahal dalam sehari, ia menggunakan 2 kuintal kedelai sebagai bahan baku.
Agar tetap bisa beroperasi, ia mengurangi ukuran potongan tahu. Meski mengaku tidak rugi namun ia juga tidak terlalu mendapat untung. Untuk menutup kerugian, ia memproduksi tempe gembus dari bahan ampas tahu.
Produsen tempe, Trisni, juga belum menaikkan harga jual meski harga bahan baku naik, tetap Rp 2.000 / 10 bungkus. Menurutnya, harga kedelai cenderung naik, meski kadang terjadi penurunan harga, tapi tidak kembali ke harga normal.
Bila setahun lalu harga kedelai Rp 6.800 / kg, menurutnya saat ini naik di kisaran Rp 7.550 - 7.600 / kg. Padahal, setiap harinya ia butuh 25 kg kedelai untuk 2.000 bungkus tempe. Akibatnya, ia mengaku untungnya berkurang.
"Biasanya saya bisa untung Rp 100 / 10 bungkus, sekarang Rp 60 / 10 bungkus," keluhnya.(Rum)
()