SOLO, solotrust.com- Universitas Tunas pembangunan (UTP) Surakarta menggelar seminar bertajuk Tekonologi Purba Keris Menginspirasi Rekayasa Teknik Millenial di Aula Kampus 1 UTP Surakarta, Minggu (30/9/2018).
Selaku pembicara dalam seminar itu ialah seorang alumni FISIP Universitas Indonesia angkatan 1976, yakni Diana Fauzia yang membahas mengenai Keris dalam perspektif Politik, Sosial dan Budaya. Dan kaidah teknik pembuatan keris dalam relevansinya terhadap rekayasa teknik millenial dibawakan oleh, Yohanes Yantono seorang perajin keris dan senjata adat berpamor.
Dalam pemaparannya, Yantono menjelaskan sejak jaman dahulu teknik pembuatan keris, peralatan yang digunakan maupun penyebaran informasi dilakukan secara tradisional. Peralatan yang digunakan diantaranya: paron, palubesi, capit, ububan, tungku, kikir dsb.
"Seiring dengan berjalannya waktu, ada usaha untuk mengembangkan teknik penempaan maupun peralatan yang digunakan, misalnya ububan digantikan dengan blower, untuk proses menghaluskan (finishing) kikir digantikan dengan gerinda listrik," papar dia
Dengan pengembangan teknik dan peralatan seperti ini diharapkan proses dan hasilnya lebih efektif serta lebih bisa diaplikasikan oleh teknik millenial. Teknik penyampaian informasi tentang kerispun saat ini sudah menggunakan media sosial modern, misalnya Facebook, instagram, twitter, whats app, youtube dan sebagainya, sehingga sangat mudah diakses oleh berbagai pihak lebih-lebih oleh generasi millennial.
Meskipun formasi tentang keris sudah sangat terbuka dan mudah diakses lewat media sosial di era millennial, kata Yantono, proses regenerasi pembuatan keris tidak mudah. Hal ini disebabkan karena banyak faktor. Keris sebagai benda tradisi yang bernilai tinggi seringkali dianggap kurang menarik bagi generasi muda.
"Meskipun demikian usaha untuk proses regenerasi seharusnya tetap dilakukan untuk melestarikan warisan luhur yang sudah diakui oleh dunia," ujarnya.
Sementara itu, Rektor UTP Surakarta, Tresna Priyana Soemardi, menyebut secara teknis bilah keris merupakan material komposit yang tersusun dari tiga unsur logam yang berbeda, yang disatukan sehingga menjadi bilah keris yang sangat kuat sekaligus indah.
"Multi disiplin ilmu keris meliputi metalurgi, fisika, kimia, politik, sosial, budaya, psikologi, seni dan sebagainya sehingga seyogyanya terus dikaji dan dilestarikan, bahkan bisa menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya rekayasa teknik milenial," kata Rektor.
Kata Rektor, dalam aspek metalurgi merupakan budaya nenek moyang yang luar biasa. Keris tercipta melalui pandangan empu keris yang hanya ada di dalam pikiran sang pembuat.
"Dulu kan belum ada karya tulis atau paper ilmiah," katanya.
Sebabnya, hal itu kini dapat menjadi obyek penelitian yang begitu menarik dan promising bagi negara maju.
"Di dalam perjalanan panjang keris dari abad 500-an, dilihat dari relief-relief pembuatan keris, menghasilkan suatu produk yang luar biasa," urai dia.
Sebagai pusaka, dalam proses pembuatannya keris dibuat dengan ditempa pada suhu yang sangat tinggi mencapai seribu derajat celcius, sehingga memiliki tingkat karat yang rendah dan mampu bertahan dalam suhu tinggi tanpa mengurangi kekakuan keris
"Hal itu lah yang bisa diadopsi bagi teknologi yang diperlukan untuk misalnya kendaraan ruang angkasa, untuk menembus atmosfer yang panasnya luar biasa, kalau logam itu cair kan mengancam keselamatan yang di dalam, kalau bahannya seperti keris kena suhu tinggi lebih kuat, bisa dikaji hal itu," bebernya.
Menurut Tresna, hal itu membuktikan bahwa keris begitu multi dimensi atau multi disiplin ilmu, nenek moyang menghasilkan logam menggunakan ilmu metalurgi. Tresna mendukung penuh bagi mahasiswanya yang ingin meneliti tentang dunia perkerisan.
"Diharapkan generasi millenial dapat mengeksplore betapa hebatnya kreatifitas nenek moyang terhadap budaya saat ini, pendalaman sejarah, ilmu-ilmunya harus diimplementasikan untuk penelitian selanjutnya, kita dukung penuh," tutup dia. (adr)
(wd)