Ekonomi & Bisnis

Gujati Target Tumbuh 60% pada 2019

Ekonomi & Bisnis

9 Januari 2019 02:05 WIB

Dirut Gujati, A. Agung Shusena dan GM Mazzoni Java Utama, Aini Syarifah Indriyani.

SOLO, solotrust.com- Gujati Grup mencatatkan pertumbuhan usaha sebesar 8,4% selama tahun 2018 untuk produk jamu Gujati 59. Tahun ini, Gujati Grup mematok target pertumbuhan usaha lebih tinggi di tahun 2019.

Direktur Utama Gujati Grup, A. Agung Shusena mengatakan, pasar jamu sebenarnya turun pada 2018 tapi karena skala usahanya terhitung masih kecil, Gujati berhasil tumbuh sekitar 8,4% pada tahun 2018.



"Target pertumbuhan kita untuk produk Mazzoni kemungkinan antara 60%, kalau Gujati kita patok tumbuh 35% di tahun 2019," tuturnya pada solotrust.com.

Selain target pertumbuhan usaha, pihaknya juga mematok target lain yaitu memperoleh Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Saat ini, Gujati baru di tahap 1 padahal ada 3 tahapan. Bila bisa memperoleh, itu akan menjadikan gujati sebagai UKM pertama yang mendapat CPOTB.

Menurutnya, CPOTB itu semacam Good Manufacturing Practice (GMP) untuk jamu. GMP adalah sistem untuk memastikan bahwa produk secara konsisten diproduksi dan diawasi sesuai dengan standar kualitas. Biasanya pabrik besar yang sudah mendapat CPOTB seperti Sido Muncul dan Air Mancur.

"Kita sudah mengajukan dan mendapat tahap 1. Kami rencanakan tahun ini kalau bisa semester 1 sudah dapat CPOTB, ISO 9001 dan ASSAAT. Pokoknya kita akan lengkapi izin-izin itu," paparnya.

Resolusi Gujati yang kedua adalah soal pengurusan ijin ekspor, sebab selama ini ekspor jamu dilakukan secara tidak langsung ke beberapa negara seperti Singapura, Malaysia dan Hongkong.

Yang ketiga, pihaknya berupaya masuk ke revolusi industri 3.0 dimana saat ini Gujati baru di titik 2.0. Kata Agung, untuk memasuki industri 3.0 tidak gampang. Dalam waktu dekat, pihaknya akan membangun pabrik baru di Kabupaten Wonogiri, untuk itu, pabrik harus disetting mulai komputerisasi.

Sedangkan evaluasi selama tahun 2018, pihaknya mengakui memang beberapa kali gagal memperkenalkan produk-produk jamu untuk remaja. Karena paradigma jamu dinilai sulit, dimana banyak peminum jamu lebih di segmen usia tua. Sedangkan usia muda dilihat sudah agak jarang minum jamu.

Menurutnya, pasar jamu selama ini dari anak-anak langsung meloncat ke dewasa. Produk untuk segmen remaja kosong, hanya ada obat jerawat pemutih tapi itu pun sudah kalah dengan obat. Mereka juga lebih suka yang instan seperti minuman berenergi.

Padahal, kata Agung, pangsa pasar remaja itu besar sekali. Terlebih, demografi Indonesia periode 2030-2040 nanti sebagian besar penduduk Indonesia di usia remaja.

"Kalau untuk anak-anak seperti jamu Buyung Upik dan Helios sudah bagus. Sambil memikirkan jamu untuk remaja, kita tetap fokus membesarkan jamu untuk anak-anak dulu," pungkasnya. (Rum)

(wd)