BOGOR, solotrust.com- Indonesia dinilai terlambat menerapkan sistem keuangan syariah, padahal menjadi negara mayoritas Muslim terbesar di dunia. Namun, pernyataan itu ternyata tidak sepenuhnya benar. Memang dibanding Malaysia, Indonesia terlambat, namun tidak demikian bila dibanding Maroko.
Di Indonesia, penerapan keuangan syariah ditandai dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia pada 1991. Sementara itu, bank syariah pertama di negara Maroko, Umnia Bank, baru beroperasi pada awal 2017.
Terlambatnya perkembangan keuangan syariah di Maroko dibanding negara Muslim lain, disebabkan peninjauan yang mendalam tentang keuangan syariah untuk diterapkan secara menyeluruh di Maroko. Usulan Keuangan Syariah masuk pembahasan pada tahun 2015 namun finalisasi eksekusi Bank Syariah di Maroko dilakukan pada tahun 2017.
Hal itu diungkap oleh Ar Ruki, seorang doktor sekaligus Ketua Dewan Syariah Nasional Maroko, dalam acara Monday Forum di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, Senin (21/1/2019).
Dimoderatori oleh pakar ekonomi syariah asal kampus Tazkia, Muhammad Syafii Antonio, Ar Ruki memaparkan perkembangan keuangan syariah di Maroko dalam bahasa Arab. Dimana terdapat perbedaan antara bank syariah di Indonesia dan di Maroko. Di Maroko bank syariah tidak disebut “bank syariah” seperti di Indonesia, melainkan Bank Tasyarukiyyah atau Bank Kerjasama.
"Perbedaan lainnya adalah hanya terdapat satu Dewan Syariah di Maroko, Dewan Syariah Pusat tanpa adanya Dewan Pengawas Syariah yang tersebar di berbagai perbankan syariah di Maroko. Model seperti ini membuat, ketetapan seluruh akad ditentukan langsung oleh Dewan Syariah Pusat Maroko," paparnya.
Melengkapi pemaparan Ar Ruki, Muhammad Syafii Antonio, menambahkan perkembangan keuangan syariah di Maroko dan Afrika Utara. Dari data, beberapa negara baru secara optimal mengembangkan proyek keuangan syariah secara masif di atas 2010, lebih cepat Indonesia yang sudah meluncurkan program sukuk dari 2009.
Monday Forum sendiri adalah ajang olah akal civitas akademika kampus Tazkia. Acara rutin tiap pekan tersebut sebagai sarana peneliti baik dari internal maupun eksternal kampus memaparkan riset dan mendiskusikan dengan peneliti lain.
Kunjungan Ar Ruki juga dalam rangka penjajakan kerjasama di bidang Sumber Daya Insani (SDI) keuangan syariah di kedua negara. Selain bidang SDI, dijajaki juga kerjasama penelitian antara STEI Tazkia dan Universitas Muhammad V, Maroko di mana, Ar Ruki menjadi profesor di sana. (Rum)
(wd)