SUKABUMI– solotrust.com — Peristiwa yang terjadi di lingkungan SDN Lengkoweng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat belakangan ini sungguh memprihatinkan. Dua siswa yang masih berusia 8 tahun berinisial SR dan DR berkelahi hingga salah satunya meninggal dunia.

Keduanya diketahui masih duduk di bangku kelas II SD (Sekolah Dasar). SR tewas usai berduel dengan DR. Peristiwa nahas itu terjadi pada Selasa 8 Agustus 2017 lalu.



Berdasarkan informasi yang dihimpun, kejadian bocah tewas ini terungkap saat wali kelas 2 SDN Lengkoweng, Ruhiyat, berpapasan dengan DR yang tengah menangis hendak menuju ke ruang kelasnya. Saat ditanya, DR mengaku baru saja berkelahi dengan SR di halaman sekolah dan mengatakan bahwa rekannya tersebut pingsan.

Ruhiyat yang menerima informasi tersebut bergegas ke halaman sekolah dan membawa SR ke ruang unit kesehatan sekolah (UKS). Karena tidak kunjung siuman, pihak sekolah pun langsung membawanya ke Puskesmas Cicantayan dan memberi kabar kepada orangtua SR.

Ternyata, dari hasil pemeriksaan medis oleh pihak puskesmas, pelajar kelas 2 SD ini sudah meninggal dunia. Keluarga korban pun langsung membawanya pulang untuk dikebumikan.

Sejauh ini, polisi masih mengumpulkan bukti terkait duel maut bocah SD tersebut. “Karena pelaku dan korbannya adalah anak di bawah umur, sehingga penyelidikan tentu saja berbeda untuk menjaga psikologinya,” ujar ucap Kapolres Sukabumi, AKBP M Syahduddi di Sukabumi, Selasa (8/8/2017).  “Kami masih melakukan penyelidikan dan mengautopsi jenazah korban yang bersekolah di wilayah Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan.”

Kasus duel bocah SD yang berujung kematian menjadi sorotan Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa. Mensos menilai pihak sekolah lalai, sehingga mengakibatkan seorang pelajar kelas 2 meninggal dunia.

“Pihak sekolah harus bertanggung jawab. Siswa meninggal setelah mengalami benturan bagian kepala, dan saya menilai ada unsur kelalaian guru dalam kasus ini,” terang Mensos Khofifah, Kamis (10/8/2017).

Sebab, menurut Khofifah, guru tidak hanya mentransformasikan ilmu pengetahuan, tapi juga mengajarkan etika dan adab kepada anak didiknya.

Mensos Khofifah yang dalam perjalanan dari Bandung Barat menuju tempat kejadian perkara (TKP) di halaman SDN Longkewang Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, menegaskan bahwa karena terjadi di lingkungan sekolah, maka pihak sekolah dalam hal ini guru kelas dan kepala sekolah harus bertanggung jawab.

Menurut dia, kasus seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi jika guru lebih awas dan peka dalam memonitor sikap dan perilaku seluruh anak didiknya. Bahkan, Khofifah meyakini bahwa kejadian tersebut adalah puncak konflik akibat saling ejek yang berujung dengan perkelahian.

Semestinya, imbuh Mensos, guru bisa langsung merespons dengan cara menengahi kedua anak itu atau memanggil orangtuanya. Apabila sudah tidak bisa lagi diberikan pembinaan, maka harus dicari solusi efektif atau kemungkinan bisa dikembalikan kepada orangtuanya.

“Selama kegiatan di sekolah guru wajib memantau dan mengawasi seluruh kegiatannya mulai dari belajar hingga cara bermain atau bergaulnya,” katanya mensos sebagaimana dilansir Antara.

Khofifah juga mengatakan, berdasarkan informasi yang dihimpunnya, SR meninggal dunia diduga setelah terlibat perkelahian dengan temannya. Korban diduga menjadi objek bullying atau perundungan.

Ia pun merasa miris karena informasi yang diterimanya, SR tidak hanya dipukul, tapi juga telinganya disumbat menggunakan keripik dan disiram dengan minuman ringan.

Di sisi lain, menurut Khofifah, karena terduga pelaku adalah anak-anak, maka bentuk hukuman yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Dengan kata lain, proses hukum tetap bisa dilakukan, tapi tetap harus mempertimbangkan hak-hak anak.

“Meskipun, dari aspek pidana jelas ini sebagai bentuk kejahatan,” katanya.