SOLO, solotrust.com – Batik sebagai warisan budyaa Indonesia non bendawi yang telah diakui UNESCO, memiliki pakem di setiap motif dan polanya. Diperlukan pemahaman yang kuat akan batik, oleh sebab itu Finalis Putra-Putri Solo 2019 diberikan waktu khusus untuk menerima pemaparan terkait batik, di Fave Hotel Manahan Solo, Senin (29/7/2019).
Baca: Finalis PPS Dibekali Character Building, Manner, dan Etiquette, Jadi Representasi Kota Solo
Ketua Yayasan Putra-Putri Solo, Febri Hapsari Dipokusumo mengatakan, selaras dengan tema PPS tahun ini "Solo The Spirit of Indonesia" maka pemahaman terkait batik diangkat untuk menambah wawasan tentang warisan budaya itu, khususnya batik yang berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dengan batik, karakter generasi muda dalam segi budaya Indonesia bisa lebih kuat.
“Jangan sampai Putra-Putri Solo nanti ditanya soal motif batik tidak tahu tidak bisa menjawab," ujar Febri saat ditemui solotrustcom di sela kegiatan.
Pada kesempatan itu, dijelaskan sejumlah ragam motif batik, seperti batik slobog, batik parang, batik sido mukti, sido luhur dan sebagainya. Menurut dia, penggunaan batik dibedakan dalam dua hal, pertama berdasarkan status sosial pemakainya dan berdasarkan peruntukannya atau penempatannya.
“Seperti slobog kan motifnya kotak-kotak segitiga, itu berasal dari keraton sejarahnya untuk pemakaman dan kedukaan, kalau dipakai untuk acara pernikahan atau senang-senang kan tidak pas, lalu kalau ke keraton tidak boleh pakai Parang, motif Parang dipakainya juga tiak boleh kebalik, kemarin ada yang kebalik. Batik berdasarkan status sosial itu seperti motif Parang Rusak Barong, Kawung, Sawat (mahkota). Biasa digunakan oleh penggede Keraton. Jaman dulu hanya raja dan kerabat dekat keraton yang boleh memakai," jelas dia.
"Selain itu, batik Sido Mukti yang maknanya adalah pengantin akan memiliki kehidupan yang baik setelah pernikahan. Sido Asih diharapkan kedua mempelai selalu dapat saling mengasihi. Sido Mulyo agar kehidupannya selalu dimuliakan. Sido Luhur agar kedua pengantin berbudi luhur," tambah dia.
Pihaknya berharap melalui pembekalan ini, finalis PPS mampu menjadi role model generasi muda tentang semangat memperkenalkan budaya Surakarta kepada Indonesia bahkan mancanegara.
"Mereka ini representasi kota, jadi harus paham banyak hal," jelas dia
Selain pembekalan dan renungan, finalis PPS juga berlatih tari dan koreografi untuk dipersembahkan pada malam Grand Final di Halaman Balai Kota Surakarta, 3 Agustus 2019 mendatang. (adr)
(wd)