JAKARTA, solotrust.com- Tingginya perkembangan dan penetrasi financial technology (teknologi finansial) menimbulkan tantangan baru, baik bagi masyarakat, pelaku industri, dan pemerintah, yaitu terkait kekhawatiran terhadap perlindungan data pribadi.
Survey Global Ipsos-Centre for International Governance Innovation (GICI) mencatat 8 dari 10 warganet global khawatir akan keamanan privasi, dimana jumlah ini lebih banyak dibanding tahun lalu. Kekhawatiran itu terutama muncul pada warganet di negara berkembang, dimana Indonesia menempati posisi ketujuh dengan jumlah warganet yang khawatir terkait keamanan sebesar 86%.
CTO & Co-Founder Kredivo (salah satu platform kartu kredit digital yang pertama kali terdaftar resmi di OJK sejak 2018), Alie Tan menjelaskan perlindungan data pribadi konsumen di berbagai layanan berbasis teknologi di Indonesia menjadi salah satu fokus yang harus dicermati bersama.
"Meningkatnya inovasi serta digitalisasi di era teknologi saat ini tentu harus diimbangi dengan sikap bijaksana dan mawas diri. Teknologi mampu membawa dampak positif yang signifikan bagi kehidupan sehari-hari, namun pada saat yang sama juga mampu memberikan dampak yang merugikan jika tidak dimanfaatkan secara bijak,” tuturnya melalui siaran pers yang diterima solotrust.com, Rabu (14/8/2019).
Menurutnya, perkembangan fintech lokal menjadi salah satu topik yang patut disorot. Terutama dengan tingginya antusiasme masyarakat Indonesia akan layanan serta produk keuangan yang semakin inovatif dan memudahkan sebagai penunjang kehidupan sehari-hari.
Terbukti, saat ini OJK mencatat bahwa sudah ada 113 perusahaan fintech yang terdaftar dan berizin. Berdasar data Fintech Report tahun 2018, jumlah masyarakat yang paham tentang fintech pun mengalami kenaikan signifikan dari 26,34% pada 2016 meningkat menjadi 70,63% pada 2018.
Data dalam industri fintech memiliki peranan penting guna menghadirkan layanan inovatif bagi masyarakat. Menurut Alie, analisis terhadap data membantu para pelaku di industri fintech untuk mampu memahami konsumen, memberikan layanan serta produk terbaik. Namun di satu sisi, perlindungan data pribadi pengguna juga menjadi hak para pengguna dan kewajiban pelaku industri untuk turut berkomitmen atas hal tersebut.
Alie memberikan contoh serupa bahwa di negara-negara Uni Eropa, perlindungan data pribadi menjadi hal krusial dan telah diatur dalam GDPR (General Data Protection Regulation), yang merupakan regulasi hukum Uni Eropa dan mengatur secara lebih rinci mengenai praktik penggunaan data pribadi milik warga Uni Eropa beserta dengan sanksi pelanggarannya.
Merumuskan dasar perlindungan data pribadi memang menjadi pekerjaan rumah semua pemangku kepentingan terkait. Bahkan, Uni Eropa melakukan pembahasan mengenai peraturan tersebut selama 4 tahun lamanya hingga kemudian mulai diberlakukan pada Mei 2018.
"Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna internet aktif terbanyak di dunia pun dapat melakukan hal serupa, guna menciptakan ekosistem digital yang aman dan lebih kondusif," pungkasnya. (Rum)
(wd)