Pend & Budaya

Mengingat Kembali Sejarah Batik Melalui Konferensi Batik Nusantara

Budaya

28 November 2017 23:56 WIB

Membatik. (Solotrust.com/Arum)

SOLO, solotrust.com-Batik bukan sekedar motif kain tradisional namun kaya akan aspek sejarah mulai dari perubahan sosial, ekonomi hingga politik. Namun seiring perkembangan jaman, keterkaitan batik dengan sejarah semakin dilupakan. Oleh sebab itu, Yayasan Warna Warni Indonesia bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menggelar Konferensi Batik Nusantara, Kamis 30 November 2017 di Wisma Batari Solo. 
 
"Batik mengalami pasang surut dan selalu bergandeng erat dengan perubahan sosial, ekonomi,  politik, dan sebagainya. Bahkan batik pernah menjadi alat perlawanan kesetaraan status sosial ekonomi kaum bumi putera terhadap Belanda," ujar Ketua yayasan Warna Warni Indonesia, Nina Akbar Tanjung di Roemahkoe Boutique Hotel, Selasa (28/11).
 
Menurutnya, konsep konferensi nanti bukan sekadar talk show tapi juga menyajikan karya-karya batik yang mencerminkan perubahan sosial. Pemilihan lokasi pameran di Wisma Batari juga tanpa alasan. Sebab tempat tersebut dinilai sebagai jejak sejarah masa kejayaan batik ditandai berdirinya Koperasi Batik Timur Asli Republik Indonesia atau disingkat Batari di tahun 1937. Sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi Timur Asing, sebutan kaum bangsawan dan warga Belanda waktu itu. 
 
Batik juga pernah menjadi media perlawanan melalui penciptaan motif batik. Salah satunya motif batik karya Hardjonagoro yang diberi nama kembang bangah. Motif tersebut dilahirkan saat industri batik lesu pada tahun 1970an, akibat kebijakan ekonomi dan politik pemerintah. Tidak hanya Hardjonagoro, karya dari Iwan Tirta hingga Mr Milo, seorang desainer asal Italia juga mencerminkan pasang surut perkembangan batik. 
 
"Kemajuan jaman dan teknologi tidak bisa dihindari tetapi sebaiknya dimanfaatkan untuk menghadapi tantangan ke depan," pungkas Nina. (Arum-A)

(Redaksi Solotrust)