Pend & Budaya

ISI Surakarta Jadi Tuan Rumah Konferensi Internasional Perfilman Indonesia #2

Pend & Budaya

29 Agustus 2019 09:27 WIB

Rektor ISI Surakarta Dr. Guntur menyerahkan cindera mata kepada Ketua Panitia Kofi Kafein, Tito Imanda saat acara pembukaan.

SOLO, solotrust.com - Asosiasi Pengkaji Film Indonesia bekerja sama dengan Prodi Televisi dan Film Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta mengadakan Konferensi Internasional Film Indonesia #2 di Gedung Teater Kecil ISI Surakarta, Jalan Ki Hajar Dewantara 19, Jebres, Rabu (28/8/2019).

Konferensi yang dikemas dalam tajuk Kofi Kafein ini mengusung tema besar Film dan Ke-Indonesiaan: Meredefinisi ulang Indonesia dalam Sinema yang diikuti oleh 100 orang yang terdiri dari pemakalah dan peserta baik dari seluruh Indonesia, maupun luar negeri. Dalam konferensi tersebut menyelidiki berbagai isu terkait lokalitas sinema Indonesia, berusaha menjawab pertanyaan besar:



“Dalam konferensi ini kita telusuri apakah yang membuat sebuah film menjadi khas Indonesia dan apa sajakah yang membangun sinema Indonesia," kata Ketua Panitia Kofi Kafein, Tito Imanda kepada solotrustcom di sela-sela kegiatan

Menurut Tito, eksplorasi tema ini mengundang topik-topik yang meliputi ekonomi film, eksplorasi tradisi, produksi film lokal, pilihan penggunaan bahasa, kajian penonton lokal, adaptasi karya non-film menjadi film, sejarah dan pengarsipan film, kajian pelaku, komunitas dan festival film.

"Selain itu kajian bentuk film dan genre film, teknik produksi film yang khas, eksplorasi teknologi baru, diskursus konsep sinema nasional, kajian ekonomi politik serta kebijakan dan infrastruktur film, dan lain-lain, yang berkaitan dengan sinema Indonesia," jelasnya.

Dalam konferensi ini dipresentasikan 36 hasil kajian film yang berasal dari multi disiplin dan dibagi dalam beberapa panel yaitu Technology and History, Practice, Film dan Resistance, Gender and Cinema, Identity, The Viceral and The Haptic, Regional Cinema serta Space and Environtment.

Hadir dalam acara ini dua Keynote speaker yakni Dag Yngvesson dari University of Nottingham Malaysia dengan tema pembahasan “Transnationalism and the Myth of Penjiplakan in Indonesian Cinema: A Media Archaeological Perspective”. Serta, Quirine van Heeren dari Leiden University yang membahas mengenai “Postcolonial View from The Other Side: Dutch Co-Director of Bumi Manusia”.

"Kami ingin mengumpulkan akademisi muda dan akademisi yang lebih berpengalaman dengan menciptakan lingkungan bersahabat, suportif, dan menyemangati, agar dapat mendorong akademisi dan peneliti untuk memilih film sebagai bahan kajian," kata dia.

Sementara itu, Kaprodi Televisi dan Film ISI Surakarta Titus Supono Adji mengatakan, ia berharap konferensi film ini dapat berkontribusi memajukan perfilman Indonesia sehingga film menjadi media yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengedukasi serta meliterasi masyarakat luas dari berbagai kalangan entitas kenusantaraan.

"Hal ini sangat sesuai dengan visi ISI Surakarta sebagai Perguruan tinggi seni yang berbasis kearifan budaya Nusantara," terang dia. (adr)

(wd)