SOLO, solotrust.com - Pemerintah daerah diminta meningkatkan perannya dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial mantan narapidana terorisme (napiter). Sebab isu terorisme bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja, perlu adanya lembaga khusus di daerah yang membantu menangani kasus ini.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie dalam acara seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) dan Yayasan Gema Salam di Graha Solo Raya, Jalan Slamet Riyadi No. 1, Surakarta, Senin (21/10/2019) yang dihadiri 100 peserta dari dinas di bawah lingkungan Pemerintah Kota Solo dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Terorisme merupakan isu nasional yang dikelola Pusat ada BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan lainnya, namun sekarang aspek lokalitas perlu diperhatikan, pendekatan, area cakupan, contohnya Jack Harun dengan Yayasan Gema Salam sudah lahir harapannya didukung pemerintah maupun swasta agar bisa berkembang lebih bagus, koordinasi, pemberdayaan, monitoring yang intens, bisa melihat inisiatif dari negara lain seperti di Skandinavia," kata Taufik
Menurutnya, proses rehabilitasi dan reintegrasi yang menjadi isu utama penanggulangan terorisme seringkali menghadapi hambatan, karena belum adanya program komprehensif dan berkelanjutan, utamanya saat Narapidana Teroris dalam masa pembebasan bersayarat dan proses kembali menjadi warga masyarakat seutuhnya, pasalnya sebaran terorisme merata di daerah, salah satunya Kota Solo.
“Seperti halnya TNI melalui Kodimnya berinisiatif melakukan pendekatan seperti dengan diskusi, tidak begitu terdengar, namun langsung dirasakan manfaatnya inisiatifnya bagus sudah berjalan, sehingga perlu dikelola lebih bagus untuk menjaga suistainbility program, perlu ada pembinaan dan pembimbingan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan pemerintah daerah, pun kerjasama strategis dengan pihak swasta,” ujarnya
Yayasan Prasasti Perdamaian yang telah berdiri selama 11 tahun ini terus bekerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk mendorong sejumlah program seperti lewat kemandirian ekonomi sosial entrepreneurship, insentif program kerja bagi napiter.
"Sampai sekarang inisiatif lokal belum ada, tapi kalau inisiatif dari kepala daerah sudah cukup banyak. Seperti dari Bupati Karanganyar, Ambon dan juga daerah lainnya. Tapi memang perlu dilembagakan," kata pria yang juga pengamat terorisme itu.
Solo diharapkan menjadi pilot project percontohan atas komitmen pemerintah kota yang telah berhasil membantu reintegrasi mantan narapidana terorisme untuk kembali dan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Dukungan penuh dari Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo menjadi salah satu aspek penting, bahkan ia mendukung pembentukan sebuah organisasi yang mewadahi para mantan narapidana kasus terorisme yang ingin kembali ke masyarakat.
“Awalnya dulu kami diajak buka bersama pak wali kota, lalu diskusi membahas program bagi para eks napiter, akhirnya berdirilah Yayasan Gema Salam. Anggota ada 40 se-Jawa tengah, di Solo ada 25 orang, banyak program yang kami lakukan, seperti edukasi kepada para pelajar tentang bahaya terorisme terlebih lagi polanya sekarang terbentuk lewat sosial media, kampanye perdamaian, hingga pembangunan Rumah tidak Layak Huni sesama eks napiter. Kami terus koordinasi dengan Pemkot termasuk juga YPP,” ujar Joko Harmanto atau yang akrab disapa Jack Harun mantan Napiter dalam kasus bom Bali I,
Kepala Kesbangpol Kota Surakarta, Tamso menyatakan Pemkot Surakarta berkomitmen penuh untuk menangani para eks Napiter, siap membantu para eks Napiter yang membutuhkan bantuan tanpa ada diskriminasi
“Pemkot komitmen maksimal menanggulangi mantan teroris contohnya Jack Harun, mendukung mantan napiter, memberikan ruang. Misal dari bidang Dispendukcapil, Napiter baru keluar, warga solo belum punya KTP, KK, dan administrasi lainnya harus dilayani tanpa diskriminasi, jangan dikucilkan. Setelah nanti ke OPD disosialisasikan ke tokoh masyarakat yang berwenang agar memberikan ruang bagi eks napiter,"
Sementara itu Kepala Kesbangpol Provinsi Jateng, Atik Surniati menyampaikan aksi teroris yang dilakukan di Pospam Kartasura jelang lebaran lalu merupakan bukti bahwa ISIS masih eksis di tanah air. Oleh karena itu, perlu peran pihak-pihak terkait untuk menangani isu terorisme ini.
“Peledakan di Pospam Kartasura mereka ingin mengatakan mereka masih eksis di Indonesia bukan untuk menyerang masyarakat sipil atau petugas,” bebernya. (adr)
(wd)