SOLO, solotrust.com- Pengamat terorisme Amir Mahmud menyebut negara tidak boleh lengah melakukan upaya preventif untuk menghalau paham radikalisme dan terorisme yang menjamur di Indonesia.
Ia menjelaskan, paham radikalisme dan terorisme merupakan dua terminologi berbeda, namun memiliki satu kesatuan aksi di Indonesia. Perlu ada wawasan lebih tentang radikalisme seperti ancaman dan penangkalannya.
Dalam kasus peristiwa terorisme di Indonesia memang berasal dari kalangan radikalisme, asasnya radiks yang diartikan sebagai akar. Melalui pendekatan antropologi sosial, radikalisme pada puncaknya ingin mengubah suatu sistem tatanan nilai kehidupan di suatu negara secara dalam sampai ke akarnya.
Di Indonesia, ancaman demi ancaman dilancarkan para pelaku teror guna mengubah tatanan nilai kehidupan seperti Pancasila dan UUD 1945. Mereka menganggap pemerintah dan kepolisian adalah thogut karena dipandang menghalangi dan menangkal tujuan untuk mengubah ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pengertian paling sederhana bentuk radikalisme secara lisan bisa melalui ujaran, tetapi kalau dia berbicara di kalangan sendiri memang fundamentalis soal believe, namun jika dipaksakan di luar pagar kelompok mereka, itu sudah masuk kepada radikal mengkafir-kafirkan dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara, ya harus mengikuti aturan negara sesuai Pancasila dan UUD 1945, ini yang disebut toleransi umat beragama," ujar Amir Mahmud di IAIN Surakarta, Senin (18/11/2019)
"Sedangkan radikalisme secara fisik melakukan tindak kekerasan. Kalau tidak suka menyasar ke fisik, menggeruduk. Saya sudah kampanye dengan Mabes Polri dari tahun 2015, makanya Pak Kapolri Idham Aziz menegaskan radikalisme itu orang atau kelompok, bukan agama," imbuhnya.
Lanjut Amir Mahmud, terorisme adalah paham yang menjadikan aksi kekerasan sebagai tujuan. Oleh sebab itu, pelaku teror melakukan pengeboman melalui doktrin yang mengakar pada aspek ideologis.
"Kampus sasaran empuk, anak mahasiswa, sejauh kebencian terhadap ideologi yang menghambat terus ada, mereka akan ada. ideologi itu menanamkan rasa, seperti palu dan paku, semakin dipukul keras semakin kuat," kata dia.
Radikal menyerang generasi muda melalui berbagai jalur, termasuk teknologi sehingga ideologi radikalisme tidak pernah mati.
"Kepercayaan yang dianut untuk dirinya sendiri, bukan untuk memengaruhi yang lain. Mereka memaksakan kepercayaan itu ke orang lain, contohnya bom bunuh diri," pungkas Amir Mahmud.
(redaksi)