Pend & Budaya

Omah Jawa Wujud Penghambaan Manusia kepada Pencipta

Budaya

3 Desember 2019 17:05 WIB

Perbincangan tentang Omah Jowo dan biogafi Ki Padmosusatsro di pendopo lawas Ndalem Padmosusastran pada Minggu (01/11/2019)

Solotrust.com- Bertempat di seberang jalan sebelum Rumah Sakit PKU Muhammadiyah terdapat sebuah rumah pendopo kecil dengan halaman cukup luas. Rumah itu terlihat lawas (lama-red), namun cukup bersih.

Rumah itu sendiri tidak terlalu terlihat dari jalan raya. Banyaknya tanaman di antara pagar rumah membuat orang tidak mengetahui bahwa di sepanjang jalan jantung Kota Solo ada sebuah rumah pendopo asri. Rumah dengan banyak tanaman dan peopohonan itu pernah ditinggali seorang pujangga kenamaan di Kota Solo bernama Ki Padmosusastro.



Rumah itu sekarang dinamakan Ndalem Padmosusastran. Pada Minggu (01/12/2019) pagi bekerjasama dengan Solo Societiet, Omah Budaya Ndalem Padmosusastran menggelar sebuah perbincangan dan jelajah sejarah tentang “Omah Jawa dan Biografi Ki Padmosusastro."

Sebagai pendongeng pada pagi itu ialah founder Solo Societiet Heri Priyatmoko beserta Danny Saptoni filolog dari Solo Societiet.

“Rumah bagi orang Jawa tidak sekadar untuk beristirahat, tapi lebih kepada manembah. Arti dari omah sendiri berasal dari kata 'om' yang berarti angkasa atau langit dan 'mah' berarti siti atau lemah,” jelas Dany Saptoni.

Danny kemudian menjelaskan, rumah Jawa pasti ada cungkupnya di atas rumah. Hal itu merupakan sebuah personifikasi tentang meru (simbol gunung) yang menurut orang Hindu dan Kejawen di gununglah tempat tinggal dan bernaung para dewa. Sehingga orang-orang Jawa pada dahulu kala berharap agar rumah yang ditinggalinya bisa mendapatkan anugerah. Selain itu, dalam rumah Jawa juga terdapat beberapa hal yang ada, yakni pendopo, pawon, dan kandang.

Pendopo sendiri merupakan gambaran bahwa orang Jawa menyukai hubungan relasi sosial antara satu dan lainnya, maka orang Jawa sering menggunakan pendopo untuk berdiskusi dan saling berbagi, baik itu antara keluarga sendiri maupun dengan sesama. Pendopo juga melambangkan sikap keterbukaan untuk menjalin kerjasama dan relasi dengan lingkungan sekitar untuk saling bersilaturahmi.

Sedangkan pawon merupakan sebuah simbol harapan di dalam keluarga, maka ada istilah soal dapur yang mengepulkan asap. Jika tidak ada asap dari pawon atau pawon tidak ada, maka tidak ada pula yang bisa diharapkan dalam sebuah keluarga.

Kemudian kandang. Orang Jawa memandang kandang yang digunakan tempat hidup untuk hewan atau makhluk lainnya adalah sarana untuk berbagi dengan makhluk Tuhan lain dan tempat untuk mengayomi mahluk lainnya. Pada zaman dahulu kala, binatang yang paling utama adalah kerbau, maka banyak orang Jawa dahulu kala membuat kandang untuk kerbau.

Dalam rumah juga ada gapura. Biasanya letak gapura dalam sebuah rumah Jawa tidak tegak lurus dengan pintu masuk utama. Hal ini karena orang Jawa, meskipun sering berinteraksi, tapi tidak ingin ada orang lain yang terlalu memandang menuju kehidupan pribadinya. Biasanya setelah memasuki gapura ada sembilan kotak yang tertata dan melambangkan sembilan lubang yang ada di dalam diri manusia.

Di atas pintu rumah orang Jawa dahulu kala, ada sebuah tulisan berisi doa serta harapan agar orang yang berada di dalam rumah bisa mendapatkan keanugerahan lebih. Biasanya tertulis kalimat-kalimat harapan atau doa. Selain itu, biasanya di antara pendopo dan ruangan dalam ada sebuah pintu. Pintu inilah yang menjembatani antara kehidupan sosial dengan kehidupan di dalam rumah atau keluarga.

Di Jawa, rumah adalah perwujudan imanensi transidental, maka tidak ada konsep bisnis properti atau jual beli. Orang Jawa dahulu tidak mengenal jual beli rumah karena konsepnya adalah wujud tegak lurus menyembah ke pusatnya, Tuhan Yang Maha Esa. (dd)

(redaksi)