SOLO, solotrust.com – Peluncuran Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwalkot) Solo 2020 di Loji Gandrung, Senin (23/12/2019) malam turut dihadiri Pelaksana Harian (Plh) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Pramono Ubaid Tanthowi.
Pada kesempatan itu, Pramono dengan mengenakan beskap atau busana kejawen mengatakan, saat diundang dalam acara tersebut, kebetulan dirinya sedang berada di Surabaya. Tanpa berpikir dua kali lantas undangan dari Ketua KPU Solo Nurul Sutarti langsung diiyakan.
“Saya tidak menyangka acaranya dimulai dengan naik kereta (Sepur Kluthuk Jaladara) seperti tadi. Kereta ini menjadi maskot Pilwalkot Solo. Terkait dengan kereta, kita tahu ada sejarah panjang pada awal 1825, kereta pertama dibikin di Inggris, tujuan utamanya untuk kenyamanan dan efektifitas pekerjaan mengangkut tambang, kemudian 1870 – 1880 kereta api listrik mulai dibangun,” kata Pramono
Hal tersebut ia ceritakan karena berkaitkan dengan modernisasi dilakukan KPU dalam penyelenggaraan pesta demokrasi. Sama halnya perkembangan kereta dari kereta uap hingga kereta listrik, KPU mengembangkan sistem konvensional ke sistem informasi berbasis teknologi untuk efektifitas tahapan pelaksanaan Pemilu.
“Penyelenggaraan Pemilu semakin dimodernisasi. Kita mulai menggunakan sistem informasi untuk berbagai tahapan Pemilu. Tujuannya sama dengan kereta yang saya ceritakan tadi, yakni untuk memastikan pekerjaan dilaksanakan dengan efektif. Pilpres (pemilihan presiden) 2019 kemarin sekitar 192 juta daftar pemilih, kalau tidak menggunakan sistem informasi bisa akan banyak ditemukan data yang tidak valid, itu baru soal data pemilih,” bebernya.
Pihaknya menjelaskan, upaya KPU dalam mengadopsi teknologi adalah untuk memudahkan, menjamin kepastian, dan kenyamanan masyarakat. Adapun yang menjadi persoalan adalah kepercayaan publik terhadap teknologi belum sepenuhnya didapatkan.
“Dalam beberapa hal belum sepenuhnya teknologi dipercaya oleh publik bisa menjamin kemurnian suara warga masyarakat, bukan di teknologinya, tapi pada kepercayaan publiknya. Seperti naik kereta, kita mempercayakan nyawa kita di atasnya, sama dengan kita percaya uang yang dikirim oleh orang tua jumlahnya sama melalui e-banking, nah soal suara belum dipercaya, ini masalahnya. KPU akan memperluas adpopsi teknologi, namun disertai dengan upaya untuk terus menerus mendapatkan kepercayaan publik melalui komitmen yang baik, jujur, profesional, dan adil,” jabarnya.
Seperti halnya filosofi kereta api berjalan di atas rel, KPU dengan segala perundang-undangan, peraturan, dan kode etik terikat di dalamnya menjadi pedoman yang harus dipegang secara teguh oleh para komisioner dan pegawai KPU dalam mengemban tugas melaksanakan pesta demokrasi ini. Dengan begitu, peningkatan teknologi dapat berjalan beriringan dengan kepercayaan publik di mana hasil pemilu nanti mendapatkan legitimasi dari seluruh pihak.
“KPU harus netral, di dalam membuat keputusan atau kebijakan harus netral. Misal ada calon tidak memenuhi syarat (TMS) ya dinyatakan TMS, memadai ya memadai, tapi kalau terlihat netral atau adil itu soal persepsi. Semisal ada paslon (pasangan calon) yang berasal dari parpol (partai politik) tidak punya kursi di DPRD tidak dilayani, tapi yang datang punya kursi banyak di DPRD dipersilakan dilayani dengan baik. Memang tidak ada kaitan hasil Pemilu, tapi soal sikap, termasuk tidak pilih-pilih menghadiri undangan acara,” beber dia. (adr)
(redaksi)