SOLO, solotrust.com - Kaum perempuan masih mendominasi sebagai korban kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), khususnya di wilayah Soloraya. Bahkan, jumlah kasus kekerasan pada perempuan sepanjang 2019 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
LSM Spek HAM mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan di wilayah Soloraya yang dilaporkan sepanjang 2019 sebanyak 62 kasus. Jumlah ini naik sebesar sepuluh persen dari tahun sebelumnya, yakni 58 kasus.
"Trennya dalam kasus kekerasan masih KDRT dan korbannya perempuan," kata Manajer Divisi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat (PPKBM) Spek-HAM Solo, Fitri Haryani dalam Launching Catatan Tahunan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Spek-Ham 2020, belum lama ini.
Fitri Haryani mengutarakan dari enam kabupaten/kota yang masuk wilayah eks-Karesidenan Surakarta, Kota Solo menempati posisi pertama dengan jumlah kasus kekerasan pada perempuan terbanyak di antara lima kabupaten lain.
Berdasarkan data Spek HAM, jumlah kasus KDRT di wilayah Soloraya, yakni di Sukoharjo ada 19 kasus, Sragen enam kasus, Solo 36 kasus, Karanganyar 23 kasus, Boyolali tiga kasus, Klaten 10 kasus, dan Wonogiri 11 kasus.
"Ini bukan hanya sekadar persoalan angka, tapi terkait dengan kekerasan apapun bentuknya berada pada peningkatan. Itu berarti menjadi perhatian kita semua, terlebih korbannya perempuan," imbuh dia.
Sampai saat ini, Fitri Haryani mengaku penanganan yang ditempuh Spek HAM dalam kasus KDRT lebih banyak pada pendampingan hukum dan sosial.
"Faktanya para korban ini lebih banyak memilih menyelesaikan kasus kekerasan dengan jalur perdata daripada pidana. Mereka memilih bercerai dengan banyak pertimbangan, salah satunya mereka takut catatan buruk yang dapat menyertai anak mereka jika sang ayah berurusan dengan hukum," terangnya.
Selain itu, para korban juga menilai proses jalur hukum memerlukan waktu tidak sebentar.
"Misalnya, di kepolisian mereka harus bolak balik. Kemudian beberapa kali melakukan BAP (berita acara pemeriksaan) mungkin. Kemudian bukti, saksi, dan segala macam itu perlu tidak hanya sekali dua kali. Belum lagi nanti diproses pengadilan harus beberapa kali, kemudian menghadirkan saksi," tukas Fitri Haryani. (awa)
(redaksi)