Solotrust.com- Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman atau WR. Supratman. Lagu yang sekarang ini menjadi national anthem tersebut saat diciptakan oleh WR. Supratman atau dipanggil Wage ternyata penuh dengan lika-liku serta pengawasan dari pihak Belanda.
Dilahirkan di desa Somongari Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada Jumat Wage 19 Maret 1903, Wage kecil terlahir dari ayah bernama Djoemeno Senen Sastrosoehardjo yang bekerja sebagai tentara KNIL dan ibu bernama Siti Senen.
"Wage Rudolf Supratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara." tulis Wikipedia tentang jumlah dari anak pasangan Djoemeno Senen dan juga Siti Senen.
Meski berasal dari desa Somongari, namun Wage tumbuh dewasa di Makasar setelah diajak kakak tersulungnya Roekijem untuk hidup selepas kematian ibunya Siti Senen. Di Makasar sekolah dan hidup dari Wage dibiayai oleh suami dari Roekijem yang bernama Willem Van Eldijk. Dari Van Eldijk juga pulalah Wage bersinggungan dengan alat musik biola.
Kegemaran Wage dalam bermusik membuat dirinya membentuk sebuah band bernama Black And White, yang sempat populer dan tampil di beberapa klub yang menyajikan live musik pda saat itu.
Titik balik dari Wage Rudolf Supratman ialah saat dirinya memutuskan kembali ke Pulau Jawa setelah tinggal di Makasar untuk beberapa waktu lamanya. sekembalinya Wage ke Jawa, dirinya mulai tertarik untuk mengikuti perkumpulan dan pergerakan pemuda yang pada akhirnya terciptalah Indonesia Raja atau yang pada akhirnya berubah menjadi Indonesia Raya, setelah melalui perenungan yang mendalam tentang kecintaannya terhadap tanah air tempatnya berpijak.
Indonesia Raya 3 stanza pertama kali terdengar iringan dari gesekan biola Wage Rudolf Supratman ketika Kongres Pemuda kedua pada 28 Oktober 1928, yang kelak di kemudian hari menjadi Hari Peringatan Sumpah Pemuda.
Menurut beberapa sumber, lirik dari lagu Indonesia Raya pertama kali dicetak oleh koran Sin Po dengan judul awalnya Indonesia, yang kemudian mengalami perubahan dan pada akhirnya menjadi Indonesia Raya.
Kehidupan Wage selepas memperdengarkan Indonesia Raya dalam Kongres Pemuda Kedua membuat kehidupannya semakin diawasi oleh Belanda. Sepak terjangnya tidak seperti para aktivis perjuangan lainnya yang cenderung meledak-ledak, membuat Belanda memberikan perhatian khusus kepada Wage. Indonesia Raya pun kemudian dilarang untuk diperdengarkan kepada rakyat Indonesia, karena ketakutan dan kekhawatiran Belanda bahwa lagu dan lirik tersebut bisa memancing api semangat perlawanan kepada penjajah saat itu. Koran Sin Po pun juga dilarang untuk menerbitkan kembali lirik dari lagu itu.
Perjuangan Wage melukiskan kecintaannya terhadap Indonesia lewat musiknya harus berakhir saat kondisi kesehatannya menurun, hingga pada 17 Agustus 1938 tepat di Rabu Wage, Wage Rudolf Supratman menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah kediaman kakak sulungnya Roekijem di Surabaya. (dd)
(wd)