Hard News

Kudeta Myanmar: AS Ancam Sanksi atas Penahanan Aung San Suu Kyi

Global

2 Februari 2021 12:31 WIB

Aksi demonstrasi menentang kudeta militer di luar Kedutaan Besar Myanmar (Foto: BBC/Reuters)

Solotrust.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengancam akan memberlakukan kembali sanksi di Myanmar setelah militer negara itu melakukan kudeta.

Sebagaimana diketahui, tentara Myanmar telah melakukan penahanan terhadap pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Aung San Suu Kyi dan para pemimpin terpilih lainnya. Pihak militer menuduh partai Suu Kyi melakukan kecurangan atas kemenangan besar dalam pemilihan umum (Pemilu) baru-baru ini.



Dalam sebuah pernyataan, Biden mengatakan kekerasan tidak boleh dibiarkan mengesampingkan keinginan rakyat atau berusaha untuk menghapus hasil pemilu yang kredibel.

AS telah mencabut sanksi selama dekade terakhir seiring transisi Myanmar menuju negara demokrasi. Biden mengatakan pemberlakuan kembali sanksi kepada negara itu akan segera ditinjau kembali.

"Amerika Serikat akan membela demokrasi di mana pun ia diserang," sebutnya, dikutip dari BBC, Selasa (02/02/2021).

Tak hanya AS, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Inggris juga mengutuk kudeta itu. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres menyebut langkah militer Myanmar sebagai bentuk pukulan serius bagi reformasi demokrasi, saat Dewan Keamanan bersiap untuk melakukan pertemuan darurat. PBB menuntut pembebasan 45 orang yang telah ditahan.

Di Inggris Raya, Perdana Menteri Boris Johnson mengutuk kudeta dan penahanan Aung San Suu Kyi. Para pemimpin Uni Eropa juga telah mengeluarkan kecaman serupa.

Tiongkok yang sebelumnya menentang intervensi internasional di Myanmar, mendesak semua pihak di negara itu untuk menyelesaikan perbedaan. Namun, beberapa negara tetangga di Asia Tenggara, termasuk Kamboja, Thailand, dan Filipina menyebut apa yang terjadi di Myanmar adalah masalah internal. (and)

(redaksi)