Hard News

OMG! Vaksin Johnson & Johnson Picu Pembekuan Darah, 1 Pasien Meninggal 1 Kritis

Global

14 April 2021 12:03 WIB

Ilustrasi (Foto: BBC/Reuters)

Solotrust.com - Sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS), Afrika Selatan, dan Uni Eropa untuk sementara akan menghentikan penggunaan vaksin Covid-19 Johnson & Johnson (J&J). Hal ini menyusul adanya laporan pembekuan darah, kasus yang jarang terjadi.

Melansir BBC, Rabu (14/04/2021), Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyebut, setidaknya ada enam kasus terdeteksi dalam lebih dari 6,8 juta dosis vaksin yang telah diberikan. Johnson & Johnson telah menghentikan peluncuran vaksinnya di Uni Eropa (UE), dimulai pekan ini. Penghentian ini mengikuti kasus serupa sebelumnya di mana vaksin AstraZeneca penggunaannya dibatasi pascamuncul beberapa kasus pembekuan darah.



FDA merekomendasikan jeda sementara demi kehati-hatian. Dipastikan, satu pasien meninggal dunia karena komplikasi pembekuan darah, dan satu lagi dalam kondisi kritis. Keenam kasus itu terjadi pada wanita berusia antara 18 hingga 48 tahun, di mana gejalanya muncul enam hingga 13 hari setelah vaksinasi.

Mengikuti saran itu, semua situs federal di AS telah berhenti menggunakan vaksin sampai penyelidikan lebih lanjut tentang keamanannya selesai. Kontraktor negara dan swasta diharapkan untuk mengikutinya.

AS sejauh ini memiliki kasus Covid-19 tertinggi dengan lebih dari 31 juta penderita. Tercatat ada lebih dari 562 ribu kasus kematian akibat virus corona, tertinggi di dunia.

Sementara Johnson & Johnson adalah perusahaan perawatan kesehatan AS, namun produk vaksinnya dikembangkan terutama oleh cabang farmasi di Belgia, dikenal sebagai Janssen. Tidak seperti beberapa vaksin lainnya, suntikan vaksin Johnson & Johnson diberikan hanya sekali dan dapat disimpan pada suhu lemari es normal. Hal ini membuatnya lebih gampang didistribusikan di iklim lebih panas atau daerah terpencil.

Kendati banyak negara telah memesan jutaan dosis vaksin Johnson & Johnson di muka, namun vaksin ini hanya disetujui beberapa negara saja. Vaksin J&J telah diberikan kepada hampir tujuh juta orang di AS, yakni sekira tiga persen dari total imunisasi yang telah diberikan.

Penasihat Covid-19 AS, Dr Anthony Fauci bilang, masih terlalu dini untuk berkomentar apakah otorisasinya dapat dicabut.

Afrika Selatan, negara pertama yang memberikan vaksin J&J juga telah menghentikan penggunaannya, meski tak ada kasus pembekuan darah di wilayahnya. J&J menjadi pilihan di negara itu setelah penelitian menunjukkan vaksin tersebut memiliki tingkat perlindungan lebih tinggi terhadap varian Afrika Selatan ketimbang vaksin lainnya. Sejak pertengahan Februari, hampir 300 ribu petugas kesehatan telah menerimanya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kepada Reuters, mereka sedang memantau situasi dan menunggu laporan dari regulator AS dan Eropa. Namun, pengiriman vaksin ke negara-negara UE sudah dimulai hanya 24 jam sebelum J&J mengatakan akan menghentikan peluncuran vaksin di Eropa. Oleh karena belum digunakan di UE, para ahli di sana akan melihat ke Amerika Serikat untuk melihat apa langkah mereka selanjutnya.

Peluncuran vaksin UE telah dikritik WHO karena terlalu lambat. Muncul kekhawatiran, penundaan terbaru ini dapat menimbulkan kekacauan lebih lanjut.

Vaksin Johnson & Johnson belum disetujui di Inggris, meskipun 30 juta dosis sudah dipesan sebelumnya. Departemen Kesehatan setempat mengatakan penundaan peluncuran tidak akan memengaruhi pasokan vaksin di Inggris, atau menggagalkan tujuan untuk menawarkan suntikan kepada setiap orang dewasa akhir Juli nanti.

Sementara Kanada telah memesan 10 juta dosis vaksin di awal. Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan negaranya masih dalam jalur untuk menerima pengiriman pertama akhir bulan ini,

"Tapi yang jelas, kami mengikuti perkembangan di Amerika Serikat," ungkapnya. (and)

(end2021)