JAKARTA, solotrust.com - Sejumlah anggota DPR Komisi IX mengikuti uji klinis fase 2 Vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Padahal kelanjutan uji vaksin Nusantara belom mendapat lampu hijau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
BPOM mengingatkan data riset dari uji klinis fase 1 belum cukup untuk dipakai uji klinis fase II.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, data yang belum terpenuhi itu terkait masalah keamanan, pembentukan antibodi, hingga mutu dan khasiat.
"Data interim fase 1 (vaksin Nusantara) yang diserahkan (ke BPOM) belum cukup memberikan landasan untuk uji klinik ini dilanjutkan ke fase 2," ujar Penny dalam keterangan resminya, Rabu (14/3).
Penny menambahkan keamanan vaksin Nusantara belum terjamin. Vaksin Nusantara bahkan tidak memenuhi kriteria good clinical practice dan good manufacturing practice untuk produksi vaksin.
"Karena ada beberapa perhatian terhadap keamanan dari vaksin, kemampuan vaksin dalam membentuk antibodi, dan juga pembuktian mutu dari produk vaksin dendritik yang belum memadai," imbuhnya.
Vaksin Nusantara adalah kandidat vaksin corona berbasis sel dendritik. Pengembangan vaksin ini bekerja sama dengan Litbangkes, Undip dan RSUP Kariadi Semarang serta AIVITA Biomedical Inc, yakni perusahaan farmasi yang dikenal sebagai produsen obat kanker berbasis sel dendritik berlokasi di Irvine, California, AS.
Berbeda dengan vaksin COIVD-19 yang sudah beredar, vaksin Nusantara tidak bisa langsung disuntikkan.
Sampel darah calon penerima vaksin diambil terlebih dahulu, sehingga sel darah putih dibiakkan selama 5 hari dan dapat dikenalkan pada spike protein virus selama 2 hari. Diharapkan sel darah putih telah memiliki memori protein virus. Dibutuhkan waktu 7 hari setelah diolah lalu bisa disuntikkan kepada relawan.
(zend)