Serba serbi

Fenomena Panic Buying Susu: Kepanikan Picu Keputusan Irasional

Kesehatan

8 Juli 2021 11:57 WIB

Ilustrasi pusat perbelanjaan (Foto: Unsplash)

SOLO, solotrust.com - Beberapa hari terakhir media sosial dibuat ramai dengan informasi panic buying salah satu merek susu. Fenomena itu terjadi akibat spekulasi susu tersebut dapat menjadi penangkal Covid-19.

Menanggapi hal itu, dosen Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS), Moh Abdul Hakim menerangkan panic buying didorong oleh perasaan was-was dan terancam. Adanya ancaman infeksi Covid-19 membuat masyarakat was-was, terutama dengan adanya gelombang kedua.



"Secara kondisi psikologis, ketika dihadapkan pada ancaman, masyarakat menjadi lebih sensitif atau istilahnya alert. Mereka selalu dalam kondisi siaga dan waspada," terangnya pada solotrust.com melalui sambungan telepon, Rabu (07/07/2021).

Secara fisiologis, lanjutnya, kondisi siaga seperti ini cenderung membuat seseorang mengsekresikan hormon-hormon stres. Sehingga orang-orang lebih sensitif terhadap berita dan isu terkait.

Masalah akan muncul ketika pengambilan keputusan dilakukan dalam situasi terancam dan waspada. Sebab sering kali dapat mendorong seseorang mengambil tindakan tak masuk akal.

"Karena ketika njenengan (Anda) dalam kondisi panik, kemampuan kognitif kita untuk melakukan assessment rasional secara umum itu berkurang," tambah Hakim.

Secara terpisah, salah satu pakar kesehatan dari Amerika Serikat, Dr Faheem Younus MD, bahkan ikut menanggapi fenomena ini.

Dalam salah satu cuitan di akun Twitternya, Younus mengunggah gambar susu Bear Brand. "Susu ini (Bear Brand), atau vitamin, atau Ivermectin tidak memiliki peran dalam pengobatan Covid," tulis Younus dalam cuitan di akun Twitternya pada Minggu (04/07/2021). (Azmi/Azizah)

(and_)