Solotrust.com- Pandemi covid-19 selama dua tahun terakhir menghancurkan sendi-sendi perekonomian di hampir seluruh dunia, termasuk perusahaan sebagai bagian yang berperan sangat significant dalam menopang perekonomian. Milyaran manusia di dunia bergantung pada kelangsungan perusahaan. Agar dapat survive dan menyelamatkan kehidupan banyak manusia, perusahaan harus memikirkan ulang sejumlah strategi jitu. Salah satunya dengan melakukan evaluasi kondisi hubungan Human Capital dan Knowledge Management. Lalu apakah yang dimaksud dengan Human Capital dan Knowledge Management ?
Menurut Schermerhon (2005), Human Capital dapat diartikan sebagai nilai ekonomi dari SDM yang terkait dengan kemampuan, pengetahuan, ide-ide, inovasi, energi dan komitmennya. Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai untuk mencapai tujuan. Pembentukan nilai tambah yang dikontribusikan oleh human capital dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya akan memberikan sustainable revenue di masa akan datang bagi suatu organisasi (Malhotra 2003 dan Bontis 2002 dalam Rachmawati dan Wulani 2004).
Stewart et al (1998) dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003) mengatakan bahwa human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual, sumber dari innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit untuk diukur. Human Capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut, dimana akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya.
Sedangkan Davidson dan Voss (2002) mengungkapkan bahwa Knowledge Management merupakan sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan. Sementara menurut Karl-Erick Sveiby (2009), Knowledge Management adalah seni penciptaan nilai dari ingtangible asset. Sementara itu, menurut Tiwana (2002) Knowledge Management adalah pengelolaan knowledge perusahaan dalam menciptakan nilai bisnis (business value) dan menghasilkan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan (sustainable competitive advantage) dengan mengoptimalkan proses penciptaan, pengkomunikasian, dan pengaplikasian semua knowledge yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian tujuan bisnis.
Jadi dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik benang merah bahwa Human Capital sangat mempengaruhi upaya mengoptimalkan Knowledge Management. Hal ini sangat penting dalam mendongkrak kinerja perusahaan untuk tetap survive di masa pandemi. Termasuk diantaranya agar tetap kompetitif. Keunggulan kompetitif hanya akan bisa dicapai apabila sumber pengetahuan individu yang menjadi dasar kekuatan dikelola dan dipelihara. Sebagaimana dikemukakan juga oleh Morling dan Yakhlef (1999) bahwa yang akan menentukan kesuksesan perusahaan adalah kemampuan perusahaan untuk mengelola aset pengetahuan. Perusahaan tidak dapat menciptakan pengetahuan tanpa tindakan dan interaksi para karyawannya. Di sinilah pentingnya perilaku para karyawan melakukan knowledge sharing. Bollinger dan Smith (2001) berpendapat bahwa perilaku manusia merupakan kunci kesuksesan atau kegagalan sebuah strategi manajemen pengetahuan.
Bagaimanapun pengetahuan terletak pada individu dan diciptakan oleh individu (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Pengetahuan akan memberi peran terhadap absorptive capacity apabila terjadi aktivitas saling bertukar pengetahuan di antara para karyawannya.
Terkait hal tersebut, korelasi pelatihan dan pengembangan SDM dengan kinerja perusahaan yang sangat penting, antara lain dianalisa oleh Black dan Lynch, 1996; Garcia, 2005; dan Khatri, 2000. Pengetahuan dan skill karyawan melalui aktivitas pelatihan menjadi penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Preffer (1994) dan Upton (1995) menyatakan bahwa kesuksesan suatu perusahaan dalam menghadapi persaingan pasar ditentukan terutama oleh human capital, bukan physical capital dan oleh sebab itu perusahaan dianjurkan untuk berinvestasi dalam berbagai pelatihan untuk meningkatkan sumber daya pengetahuan, keahliaan dan kemampuan karyawan yang lebih baik dibandingkan dengan pesaing. Maka karena itu pengeluaran perusahaan untuk aktivitas pelatihan dan pengembangan SDM sangat penting dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan keahliaan dan pengetahuan pekerja agar mampu menciptakan keuunggulan bersaing yang berkelanjutan (Barney, 1991) dan memperbaiki kinerja perusahaan (Kozlowski et al., 2000; Salas dan Cannon-Bowers, 2001).
Semoga pandemi ini segera berlalu, perusahaan beserta SDM nya dapat kembali berakselerasi sebagaimana mestinya, segala aspek terkait bisa diperbaiki dan dioptimalkan, sehingga ekonomi dapat bangkit kembali.
Oleh:Anthonius Jimmy Silalahi (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Trilogi Jakarta)
(Wd)