Serba serbi

Seniman Khawatirkan Dampak NFT Terhadap Iklim

Teknologi

17 Maret 2022 16:00 WIB

NFT. (Foto: Dok. Pixabay)

Solotrust.com - Meski booming, seniman mengkhawatirkan dampak NFT terhadap iklim. Sebagaimana dilansir Japan Today dari AFP, Rabu (16/3), seniman asal Afrika Selatan vonMash ragu untuk menjual karyanya sebagai seni kripto di blockchain karena khawatir terhadap dampak iklim yang ditimbulkan NFT.

vonMash adalah seniman yang akrab dengan seni digital. Dia menggambarkan perpaduan lukisan, video dan suara sebagai "afro-delic", sentuhan psikedelik pada Afrofuturisme.



Menjual karya seni NFT (non-fungible tokens) atau token yang tidak dapat dipertukarkan, berarti menggunakan teknologi yang sama dengan mata uang kripto seperti Bitcoin. Pembeli menerima token digital terverifikasi, yang membuktikan karya seni itu asli.

Keuntungan bagi seniman adalah jika karya mereka naik nilainya dan dijual kembali, mereka menerima sebagian dari setiap penjualan di masa depan.

"Jika orang lain membeli NFT saya, saya secara otomatis mendapat bagian dari itu," kata vonMash.

Dia menjelaskan bahwa dengan seni tradisional, jika seorang pembeli membayar 100 dolar, dan kemudian menjualnya seharga 100.000, dia tidak akan mendapatkan satu sen pun dari itu.

Terlepas dari keuntungan, yang mengkhawatirkan vonMash dan seniman lainnya adalah bagaimana token digital tersebut diverifikasi.

Kepemilikan karya seni diautentikasi melalui teka-teki matematika yang rumit, begitu rumit sehingga perhitungannya memerlukan gudang komputer. Penghitungan angka membutuhkan energi dalam jumlah besar, yang sering kali dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara.

Sebagian besar NFT saat ini diperdagangkan di platform yang disebut Ethereum. Pengawas teknologi Digiconomist memperkirakan bahwa Ethereum menggunakan listrik sebanyak seluruh Belanda, dengan jejak karbon yang sebanding dengan Singapura.

"Energi yang dibutuhkan untuk pembuktian autentikasi karya seni sangat banyak," kata vonMash.

Tak hanya vonMash, penggemar K-pop pun melakukan protes terhadap rencana grup populer seperti BTS yang berencana menjual seni kripto.

Tahun lalu, HYBE mengumumkan rencana untuk bekerja sama dengan perusahaan teknologi keuangan Dunamu, untuk model bisnis baru yang melibatkan kombinasi IP (Intellectual Property/kekayaan intelektual) dan NFT.

Ketua HYBE Bang Sihyuk pada saat itu menyebut photocard, versi digital dari kartu koleksi yang menampilkan gambar BTS, sebagai salah satu item yang akan dijual sebagai NFT.

Setelah pengumuman tersebut, para penggemar BTS menyuarakan ketidaksenangan mereka dengan rencana HYBE untuk meluncurkan NFT, dengan banyak mengutip potensi dampak negatif aset digital tersebut terhadap lingkungan.

ARMY (sebutan penggemar BTS) juga mencatat bahwa rencana NFT HYBE kontradiktif dengan pidato BTS di PBB, dimana mereka menggambarkan perubahan iklim sebagai masalah penting.

Dalam pernyataan pertamanya tentang masalah ini, HYBE mengatakan bahwa mereka tidak akan mundur pada rencana NFT-nya. Menurut pemimpin proyek HYBE America John Kim, photocard digital anggota BTS akan diluncurkan pada paruh pertama tahun ini.

Dalam sebuah pernyataan kepada The Wall Street Journal, Kim berkata, "Kami percaya NFT memiliki potensi untuk ekspansi dan berharap mereka akan memberikan pengalaman dan kesempatan yang lebih bervariasi kepada penggemar untuk mengekspresikan diri".

Selain itu, Dunamu juga mengatakan bahwa usaha NFT dengan HYBE tidak akan berdampak lingkungan seperti yang dipikirkan penggemar.

Kim Minjung, manajer pengembangan dan strategi bisnis NFT Dunamu, mengklaim bahwa platform NFT mereka tidak akan menghabiskan banyak energi dibandingkan dengan pilihan yang lebih umum, dengan mengklaim bahwa jejak karbonnya hampir dapat diabaikan.

Untuk vonMash sendiri, solusinya bukanlah menjual di Ethereum, tetapi menempatkan karya seninya di platform bernama Cardano, yang menggunakan sistem otentikasi yang berbeda.

Daripada meminta perusahaan memecahkan teka-teki yang semakin sulit, Cardano menggunakan mekanisme yang disebut bukti kepemilikan.

Alih-alih mendapatkan token baru dengan memecahkan teka-teki, dan melahap listrik, pengguna cukup mengambil token yang sudah mereka miliki. Pada dasarnya, mereka menggunakan uang mereka dalam bentuk mata uang kripto untuk menjamin keaslian karya seni digital.

Jika seseorang mencoba mempermainkan sistem, atau hanya membuat kesalahan, mereka bisa kehilangan saham finansial mereka di jaringan. Teknologi yang mendasarinya dapat membingungkan, tetapi konsultan dampak sosial Candida Haynes mengatakan bahwa ada pilihan NFT yang tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan.

"Pada akhirnya, pengembang blockchain juga harus terlibat dengan keberlanjutan dan membantu agar orang-orang yang kurang pengetahuan teknis, termasuk seniman, mendapat informasi tentang keberlanjutan lingkungan di blockchains," katanya.

Sebagaimana dikabarkan situs Coindesk, Januari tahun ini Cardano telah mencapai target dalam menanam 1 juta pohon. The Cardano Foundation mempelopori restorasi lahan dan kegiatan pengembangan ekosistem lokal menggunakan blockchain Cardano.

"Hutan Cardano didanai 100 persen, kami telah mencapai tonggak sejarah 1 juta pohon. Semua pohon yang ditanam akan dicatat di blockchain Cardano untuk meningkatkan transparansi dan berfungsi sebagai bukti publik dari kegiatan restorasi lahan," kata CEO Cardano Foundation Frederik Gregaard di Twitternya.

Yayasan itu telah bermitra dengan startup crypto Veritree untuk upaya penanaman pohon. Veritree menanam pohon setiap kali mata uang ADA Cardano ditukar dengan token TREE.

Teknologi Blockchain telah menjadi subyek kritik besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir karena dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Penggunaan sumber daya komputasi yang sangat besar dianggap tidak perlu oleh para kritikus, yang mengatakan kebutuhan listrik yang besar merusak lingkungan. Menanam pohon dianggap Cordano sebagai langkah menuju arah yang ramah lingkungan. Prinsipnya sederhana, yakni penciptaan lebih banyak pohon secara teori dapat mengimbangi kerusakan yang dilakukan oleh aktivitas manusia di bagian dunia yang lain. (Lin)

(zend)