Ekonomi & Bisnis

Bermodal Gunting, Warga Masaran Sragen Berdayakan Masyarakat dengan Tas Anyaman

Ekonomi & Bisnis

21 Maret 2022 00:31 WIB

Nurhandayani dan suaminya, pemilik usaha tas anyaman jali-jali Azalea di Masaranan, Sragen. (Foto: Dok. solotrust.com/dks)

SRAGEN, solotrust.com – Dengan niat mulia, sekira 20 tahunan lalu atau di rentang waktu 1999-2000-an, seorang warga Masaran, Kabupaten Sragen, Nurhandayani, merintis usaha tas anyaman di rumahnya.

Nurhandayani melihat masyarakat di sekitarnya, terutama ibu rumah tangga yang saat itu minim keterampilan. Dengan niatan ingin menaikkan taraf hidup tetangga-tetangganya, ia akhirnya membuka pelatihan untuk usaha tas anyaman jali-jali.



Ketika disambangi solotrust.com di tokonya pada Sabtu (19/03/2022), Nurhandayani mengisahkan alasannya memilih usaha tas anyaman. Lewat pelatihan tas anyaman, para ibu rumah tangga tak akan terbebani masalah biaya lantaran hanya perlu bermodalkan gunting untuk menganyam tas.

“Dari tahun 2000 atau 99-an,  sudah dua puluh tahun lebih. Pada banyak yang nganggur bingung mau kerja apa gitu loh, biar bantu suami, akhirnya ketemu bikin tas ini, kan alatnya mudah cuma gunting, murah. Kalau jahit kan modalnya mahal, kalau tas kan cuma gunting,” katanya.

Tak mudah bagi Nurhandayani saat memulai usaha. Di masa awal merintis bisnis, dirinya yang melakukan rekrutmen dari arisan Rukun Tetangga (RT) hanya mampu merekrut tiga orang.

Namun, lewat perbincangan dari mulut ke mulut, hingga kini Nurhandayani mampu merekrut setidaknya delapan karyawan tetap dan mempekerjakan seratus lebih penganyam lepas, kebanyakan masyarakat sekitar Masaran, Sragen. Lewat dukungan para karyawannya, Nurhandayani mampu memproduksi 300 hingga 500 lebih tas per hari.

“Awalnya arisan RT 20 orang yang bisa tiga orang, terus getok tular (perbincangan dari mulut ke mulut-red), akhirnya sepuluh kampung lebih. Kalau sekarang karyawan yang jaga tujuh sampai delapan, kalau yang menganyam seratusan lebih,” ungkapnya.

Tak berhenti di situ, Nurhandayani awalnya hanya mampu mengupah Rp300 atau Rp400 hingga paling banyak Rp1000 atau Rp1.200 di awal usaha, terus berinovasi membuat aneka macam tas untuk dapat memberikan upah layak.

Nurhandayani akhirnya mencampurkan beraneka material, seperti selang hingga kulit dan menjadi tas beragam bentuk.

“Awalnya upahnya murah Rp300 atau Rp400, terus jangka berapa tahun ganti, itu lama sudah puluhan tahun. Dulu upahnya Rp1000 sampai Rp1.200, saya mikir biar upahnya naik. Saya mikir bikin yang aneh-aneh, terus upahnya bisa dua kali lipat,” ungkapnya.

“Upahnya kalau fokus, pabrik sama sini sama, atau malah bisa lebih,” imbuh Nurhandayani.

Inovasinya dalam membuat tas anyaman, pada akhirnya juga membuat tas anyaman produksi rumahannya mampu menembus pasar luar negeri.

Saat ini, tas-tas anyaman Nurhandayani diminati konsumen dari berbagai negeri manca, seperti Singapura, Australia, Korea, Jepang, hingga Belanda.

“Terus saya online itu terus bisa nyantol ke Belanda, Jepang, Korea. Di Facebook, Instagram. Terus ada reseller yang bikin web, itu bisa semua ke mana-mana, Australia ada Singapura ada,” tukasnya. (dks)

(and_)