SEMARANG, solotrust.com - Medan sebagai kota multi etnis mempunyai potensi sekaligus ancaman akan kerukunan masyarakatnya. Oleh karenanya, Walikota Medan, Bobby Nasution singgah ke Balaikota Semarang guna mengetahui cara Kota Semarang dalam mengelola keberagaman.
Bobby bertemu Walikota Semarang, Hendrar Prihadi untuk mempelajari hal kerukunan antar umat beragama bisa berjalan dengan baik.
"Banyak yang telah dibangun oleh Pak Hendi dan jajaran pemerintahannya yang membuat Kota Semarang semakin mandiri. Kota Semarang juga pernah menjadi Kota Harmoni (memenangkan Harmony Award dari menteri agama)," tutur Bobby Rabu (22/6).
"Kalau boleh Pak Wali, menangnya bagi-bagi sama Kota Medan gitu lah Pak,” canda Bobby.
Ia berharap, apa yang belum ada di Kota Medan dapat terapkan agar kerukunan di Kota Medan terjalin dengan baik.
Dalam pertemuan itu, keduanya membahas isu kondusifitas wilayah. Tak sendiri, kedua Wali Kota tersebut pun menyertakan perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama dari masing - masing wilayah yang dipimpin.
Sementara itu, Walikota Semarang, Hendrar Prihadi mengungkapkan pertemuan tersebut penting karena Medan dan Semarang memiliki kemiripan, termasuk masyarakatnya yang multi etnis.
Dia pun menegaskan bahwa kondusifitas wilayah adalah sebuah hal yang dinamis, sehingga perlu saling bertukar pengalaman dalam upaya menjaga kerukunan yang telah tercipta.
“Sejak kami mendapat amanah pada 2012 (sebagai Plt. Wali kota) kami mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai agama. Kita tidak berdiskusi tentang mayoritas dan minoritas, yang kita diskusikan adalah kita itu satu keluarga besar Kota Semarang. Kita rangkul semua agar semangat bersama untuk membuat Semarang menjadi semakin hebat,” kata Hendi.
Hendi juga bercerita dalam menyelenggarakan kegiatan keagamaan di Kota Semarang, seluruh kelompok dilibatkan. Seperti misalnya saat menggelar festival ogoh-ogoh, dimana semua elemen masyarakat dari lintas agama terlibat.
"Lalu, saat perayaan Natal maupun Paskah tingkat kota saat ini juga dalam kegiatan yang sama, dahulu hal tersebut dilakukan secara terpisah. Hal ini dapat terlaksana juga berkat peran FKUB, dan tentu saja masyarakat," jelasnya
Lebih lanjut, ia juga mengenang adanya kasus di Kota Semarang terkait siswa SMK yang tidak dapat naik kelas karena memeluk aliran kepercayaan. Persoalan tersebut kemudian ditekankannya dapat diselesaikan dengan baik.
“Di sekolah ini tidak ada ujian pelajaran aliran kepercayaan pak wali, sehingga saya tidak naik kelas," cerita Hendi.
Ia melanjutkan, FKUB komunikasi dengan tokoh aliran kepercayaan. Beliau membuat soal untuk dikerjakan siswa tersebut. Sehingga ada nilai yang diperoleh siswa tersebut dan kemudian bisa naik kelas.
"Jadi persoalannya bukan agama, tetapi nilai di kolom mapel agama harus di isi,” pungkasnya. (fj).
(zend)