JAKARTA, solotrust.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan awal musim kemarau terjadi pada akhir April hingga Juni 2018. Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi daerah yang kali pertama memasuki musim kemarau.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan berdasarkan hasil kajian para ahli menggunakan data historis curah hujan, wilayah Indonesia dikenal mempunyai tiga pola hujan, yakni tipe Monsunal, ekuatorial dan lokal. Daerah dengan tipe hujan monsunal dalam satu tahun mempunyai satu puncak hujan, umumnya terjadi pada Desember-Januari-Februari.
Sementara daerah dengan tipe hujan ekuatorial dalam satu tahun mempunyai dua puncak musim hujan, puncak musim hujan pertama Maret dan puncak musim kedua November. Sedangkan tipe lokal mempunyai satu puncak musim hujan, periodenya kebalikan dari pola monsunal, yakni pada Agustus.
“Pada Agustus 2017, BMKG merilis prakiraan musim hujan 2017/2018 di Indonesia. Saat itu dinyatakan bahwa secara umum awal musim hujan di wilayah Indonesia akan terjadi mulai Oktober dan November 2017. Hasil monitoring dan analisis di lapangan hingga akhir Januari 2018, sebanyak 97.1 persen wilayah zona musim di Indonesia telah memasuki musim hujan dan musim hujan diprakirakan akan berakhir pada April,” ungkap Dwikorita Karnawati, dilansir dari laman resmi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, bmkg.go.id, Jumat (16/03/2018).
Berdasar pertimbangan kondisi dinamika atmosfer dan faktor pengendali iklim di Indonesia, awal musim kemarau diprakirakan akan mulai pada akhir April hingga Juni 2018. Daerah pertama memasuki musim kemarau Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali. Selanjutnya perkembangan daerah yang akan mengalami musim kemarau bertambah dari bulan ke bulan.
Puncak musim kemarau, Dwikorita Karnawati memrediksi terjadi pada Agustus hingga September 2018. Pada saat puncak musim kemarau di wilayah Indonesia perlu diwaspadai untuk daerah-daerah rentan terhadap bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan.
“Musim kemarau tahun ini diprakirakan tidak separah musim kemarau 2015 karena sampai dengan pertengahan 2018 iklim di Indonesia masih dipengaruhi La Nina lemah. Sehingga kemarau tahun ini akan berimplikasi positif pada tanaman palawija dan tanaman semusim yang tidak teralu memerlukan banyak air,” pungkasnya.
(and)