Solotrust.com - Penggemar musik Jepang tentu mengenal YOASOBI, duo J-Pop pendatang baru yang terkenal dengan lagu-lagu hit seperti Yoru ni kakeru dan Ano yume wo nazotte.
Lagu debutnya Yoru ni kakeru (Racing into the night) yang rilis pada Desember 2019, didasarkan pada cerita pendek karya Mayo Hoshino berjudul Thanatos no yuuwaku (Rayuan Thanatos) yang diunggah di situs monogatary.com. Konsep mereka adalah mengubah prosa menjadi lirik lagu.
Yoru ni kakeru pertama kali diluncurkan di platform video pendek TikTok dan menjadi viral, hingga memuncaki platform streaming seperti Spotify Jepang. Bahkan, lagu itu berhasil memuncaki chart akhir tahun Billboard Japan Hot 100 tahun 2020.
Video musik animasinya, yang disutradarai oleh Niina Ai, yang saat itu menjadi mahasiswa di Departemen Desain Universitas Seni Tokyo, juga telah dilihat puluhan juta kali.
Dalam sebuah wawancara duo itu dengan Billboard Jepang, dua anggotanya yakni Ayase sebagai penulis lagu dan produser dan wanita bernama Ikura sebagai vokalis, menceritakan awal mula terbentuknya YOASOBI.
"Ada situs penulisan kreatif online bernama monogatary.com, dan saya menerima tawaran dari staf di sana untuk berkolaborasi dalam sebuah unit yang menciptakan musik yang terinspirasi dari cerita asli," kata Ayase.
"Jadi setelah mendiskusikan hal-hal seperti vokalis seperti apa yang kami inginkan dan arah musik yang kami tuju, kami menemukan ikura di Instagram, tempat dia mengunggah beberapa musiknya, dan membentuk duo kami," lanjut Ayase.
Mengutip dari Majalah Paper dari Amerika Serikat, nama YOASOBI, yang diterjemahkan menjadi "kehidupan malam", melambangkan bagaimana Ayase dan Ikura mengejar karir masing-masing di siang hari, sebelum berubah menjadi YOASOBI di malam hari.
Ikura adalah penyanyi-penulis lagu yang merilis musik dengan nama Ikuta Rira, sementara Ayase memproduksi musik Vocaloid (vocalo-p) untuk bintang pop virtual seperti Hatsune Miku.
Lebih lanjut tentang proses kreatif mengubah prosa menjadi lagu, masih dari wawancara mereka dengan Majalah Paper, setelah sebuah cerita dipilih, Ayase membedah temanya, memisahkannya menjadi potongan-potongan dan merekonstruksinya menjadi musik. Dia mengambil cerita dan menafsirkan maknanya ke dalam liriknya.
"Ketika saya datang dengan melodi, saat itulah semuanya dimulai," kata Ayase.
Sementara itu, Ikura menyebut dirinya cherry on top. Dia menerima demo dari Ayase, yang dibuat menggunakan perangkat lunak voicebank Hatsune Miku. Setelah menyerap pesan Ayase, dia kemudian menambahkan kepekaannya sendiri ke dalamnya.
"Saya merasakan tanggung jawab besar untuk mengisi kekosongan," kata Ikura.
Ini adalah proses yang dikatakannya sangat berlapis-lapis, dan setiap orang mengisi celah dengan bagian dari diri mereka sendiri. Ketika Ayase dan Ikura selesai menyelesaikan lagu tersebut, tim seniman bekerja untuk menghidupkan lagu tersebut melalui animasi yang khas.
"Kami selalu menantikan kreasi mereka," kata Ayase, seraya menambahkan bahwa mereka senang melihat bagaimana musik mereka diinterpretasikan secara visual.
Keduanya mulai membuat musik bersama pada tahun 2019 di bawah Sony Music Japan. Ayase, yang awalnya menemukan Ikura di Instagram, kala itu segera memeriksa YouTube-nya, dimana dia telah mengupload cover dan komposisi original.
"Itu (vokalnya) sangat jelas seperti kristal. Itu juga nyaman, tapi unik. Itu adalah sesuatu yang pernah kamu dengar sebelumnya dan juga belum pernah kamu dengar sebelumnya," kata Ayase menggambarkan vokal Ikura.
Ikura sendiri awalnya tidak tahu apakah dia ingin menyanyikan kata-kata orang lain. Tapi dia terpesona oleh karya Ayase di ruang Vocaloid dan lagunya Last Resort, yang meyakinkannya untuk bekerja dengannya. (Lin)
(zend)