Serba serbi

Lindungi Masyarakat dari Obat Ilegal, BPOM dan Pharmaceutical Security Institute Perkuat Intelijen Pengawasan Obat

Kesehatan

10 April 2025 13:57 WIB

Ilustrasi (Foto: Pixabay/Jarmoluk)

JAKARTA, solotrust.com - Kepala BPOM RI Taruna Ikrar memimpin pertemuan strategis secara virtual dengan Pharmaceutical Security Institute (PSI) dalam upaya memperkuat pengawasan produk obat, Senin (07/04/2025) malam. Pertemuan berlangsung secara online ini dihadiri President & CEO PSI Todd Ratcliffe beserta tim.

Dialog antara BPOM dan PSI berfokus pada penguatan mekanisme kerja sama pengawasan obat serta peningkatan sistem pertukaran informasi intelijen. Diskusi ini dilakukan sebagai salah satu upaya melindungi masyarakat Indonesia dari peredaran obat ilegal yang berpotensi membahayakan kesehatan.



PSI merupakan asosiasi perusahaan farmasi global didirikan pada 2002 di Washington DC. Saat ini keanggotaannya telah berkembang menjadi lebih dari 40 perusahaan farmasi dari berbagai negara. PSI bertujuan melindungi kesehatan masyarakat, meningkatkan pertukaran informasi terkait obat palsu, serta mendukung penegakan hukum melalui otoritas berwenang.

PSI menyampaikan sejak pertemuan di sela kegiatan PSI Regional Meeting di Jakarta pada September 2024 lalu telah banyak kemajuan dicapai dalam kerja sama dengan Indonesia. Salah satu terobosan penting adalah penempatan strategis pegawai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM0 yang saat ini menjalani program prestisius The Hubert H. Humphrey Fellowship Program dengan penugasan magang di kantor pusat PSI. Hal ini dapat mempererat hubungan bilateral dan membangun pemahaman komprehensif tentang sistem pengawasan obat dan makanan di kedua belah pihak.

Tren pemalsuan obat teridentifikasi oleh BPOM dalam beberapa tahun terakhir, yakni jenis obat lifestyle, seperti obat disfungsi ereksi, penurun berat badan, serta obat yang sering disalahgunakan untuk memberikan euforia maupun penenang seperti tramadol dan triheksifenidil. Laporan obat palsu diterima ini beredar di marketplace dan telah ditindaklanjuti dengan operasi siber, intelijen hingga penindakan terhadap pelaku.

Pada periode 2023-2024 BPOM telah dilakukan pengajuan takedown terhadap 161.195 tautan hasil patroli siber-komoditas obat. Sebesar 45 persen dari temuan itu merupakan produk obat illegal, termasuk produk tanpa izin edar, importasi ilegal, dan obat diduga palsu.

Regional Director PSI-Asia Pacific Region, Ramesh Raj Kishore menambahkan, saat ini BPOM dan PSI sedang bekerja sama menyelidiki tiga jaringan menjual obat palsu atau mencurigakan di berbagai platform online.

Sebagai langkah tindak lanjut, anggota PSI telah menunjukkan minat untuk menindaklanjuti dengan melakukan penelusuran terhadap jaringan ini serta memulai pembelian sampel obat untuk dilakukan pengujian. PSI juga akan mendukung upaya takedown link penjualan online dari jaringan ini serta penegakan hukum yang akan dilakukan BPOM.

President & CEO PSI, Todd Ratcliffe, menyampaikan kerja sama ini merupakan awal baik. PSI mengapresiasi hubungan erat telah terjalin dengan BPOM. PSI juga menilai hal ini bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat, baik anggota PSI maupun BPOM dalam kegiatan intelijen, termasuk upaya memerangi sindikat kriminal pemalsuan obat.

Sebagai upaya memperkuat kerja sama, PSI berinisiatif mengusulkan pelaksanaan webinar pelatihan untuk penyidik BPOM. Webinar ini akan menjadi wadah berbagi pengalaman intelijen dari anggota PSI agar BPOM dapat lebih memahami tentang PSI dan dapat meningkatkan kolaborasi di masa depan.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar menyambut baik inisiatif tersebut.

"Kami setuju dengan ide PSI untuk mengadakan sesi pertukaran informasi atau pelatihan. Adapun untuk melindungi masyarakat dari obat ilegal, kita membutuhkan keterampilan khusus dan kolaborasi dengan negara lain, seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste, atau Australia," ujarnya, dilansir dari laman resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan, bpom.go.id, Kamis (10/04/2025).

Lebih lanjut, kepala BPOM mengusulkan agar pelatihan tersebut juga melibatkan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Australia, dan Timor Leste. Taruna Ikrar menekankan pentingnya kolaborasi regional, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 17 ribu pulau dan ribuan entry point yang sulit diawasi sepenuhnya sehingga bisa menjadi celah masuknya obat ilegal.

Dalam kesempatan sama, BPOM juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap terapi canggih seperti sel punca (stem cell).

"Terapi sel punca memiliki potensi yang sangat baik untuk membantu manusia, tetapi kami juga melihat banyak penipuan terkait hal ini. BPOM memiliki wewenang untuk melindungi masyarakat dengan pemberian sanksi hingga 12 tahun penjara dan denda Rp5 miliar bagi yang melanggar," kata Taruna Ikrar.

Pada akhir pertemuan, BPOM dan PSI menyepakati tiga langkah konkret ke depan, yakni (1) memperkuat kolaborasi antara BPOM dan PSI; (2) mengadakan pertemuan, seminar, atau webinar bersama; dan (3) mempersiapkan kerja sama secara resmi melalui penandatanganan memorandum of understanding (MoU). PSI akan segera menyiapkan draf MoU yang nantinya dibahas lebih lanjut dengan BPOM.

(and_)