SEMARANG, solotrust.com – Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang bersama Kementerian Koordinator (Kemenko) Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia menggelar Dialog Terbuka bertajuk 'Membangun Ekosistem Pemberdayaan Masyarakat Desa: Kolaborasi Pemerintah, Akademisi, dan Pesantren Menuju Nol Kemiskinan', Kamis (19/06/2025) di Ruang Teater Lantai 4 Gedung Kiai Saleh Darat, UIN Walisongo.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat RI, Abdul Muhaimin Iskandar, hadir langsung membuka acara bersama Rektor UIN Walisongo, Nizar. Acara juga dihadiri sejumlah narasumber dari kalangan pemerintah, akademisi, dan tokoh pesantren.
Narasumber dalam dialog Sekertaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarni dan Siti Sakdiyah selaku Kasubdit Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenag RI. Narasumber dari akademisi menghadirkan Guru Besar Ilmu Pemikiran Islam UIN Walisongo M Mukhsin Jamil, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Mudjahirin Thohir, dan Guru Besar FEB Undip Ahmad Syakir Kurnia.
Dalam sambutannya, Rektor UIN Walisongo, Nizar, menyampaikan komitmen UIN Walisongo sebagai kampus kemanusiaan dan peradaban untuk terus mendorong agenda pemberdayaan masyarakat, termasuk lewat pesantren.
“Tidak salah jika Jawa Tengah dipilih sebagai wilayah fokus dan UIN Walisongo menjadi mitra strategis. Kami punya jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, dan melalui LP2M, kami aktif dalam isu-isu pemberdayaan masyarakat seperti stunting, kemandirian pesantren,” ungkapnya.
Nizar menegaskan, pemberdayaan tidak bisa dilakukan sendiri. Kolaborasi adalah kata kunci.
“Pesantren bisa menjadi pusat pemberdayaan masyarakat jika semua pihak bersinergi: pemerintah, akademisi, bank, dan pelaku usaha. Pesantren bisa menjadi lokomotif, mulai dari peternakan hingga produk UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) yang bisa disuplai ke pasar. Kami siap mendukung dari sisi SDM (sumber daya manusia) dan kapasitas akademik,” lanjutnya.
Menko Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar menyoroti pentingnya pendekatan baru dalam menanggulangi kemiskinan. Ia menyebut skema bantuan sosial harus bergerak menuju pemberdayaan sosial.
“Kita tidak ingin hanya menjaga angka kemiskinan dengan bantuan sosial (Bansos) senilai Rp500 triliun. Kita ingin mengubah kondisi mereka. Pendidikan adalah cara paling efektif untuk memutus mata rantai kemiskinan,” tegasnya.
Muhaimin Iskandar juga menekankan, pesantren harus menjadi aktor utama dalam program pemberdayaan.
“Pesantren adalah tempat strategis bagi anak-anak dari keluarga miskin untuk mengakses pendidikan. Kami sedang menyiapkan seratus sekolah rakyat berbasis pesantren. Anak-anak itu kelak akan memutus rantai kemiskinan keluarga mereka,” paparnya.
Muhaimin Iskandar menyebut UIN Walisongo sebagai salah satu kampus paling berjasa dalam mentransformasi sumber daya manusia dari kalangan pesantren dan santri.
“UIN Walisongo adalah kampus paling murah sedunia yang dampaknya nyata. Santrinya berdampak, SDM-nya berkualitas. Kita satukan langkah,” tutup dia.
Dialog terbuka ini menjadi tonggak penting dalam menyusun ekosistem pemberdayaan masyarakat holistic dengan pesantren sebagai pusat pertumbuhan dan penggerak ekonomi berbasis keadilan sosial.
(and_)