Hard News

Peran Vital Media Sensitif Gender untuk Kesetaraan

Jateng & DIY

23 September 2025 19:57 WIB

Pendamingan Media Sensitif Gender di kompleks Balai Kota Solo, Selasa (12/09/2025). (Foto: Dok. solotrust.com/Meylina Nur Cahyatri)

SOLO, solotrust.com - Media memiliki peran krusial sebagai agen sosialisasi dan pembentuk opini publik. Apa yang ditampilkan media cenderung dianggap normal oleh masyarakat, sehingga representasi berulang-ulang dapat menjadi standar sosial dianggap wajar. Oleh karena itu, media memiliki peran strategis dalam membentuk cara pandang masyarakat terhadap gender.
 
Media sensitif gender adalah media yang dalam setiap aspek produksinya, baik dari segi konten, bahasa, representasi, hingga narasi selalu memerhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Media jenis ini sangat penting karena media yang bias gender dapat berkontribusi pada diskriminasi dan stereotip. Sebaliknya, media sensitif gender dapat mendorong kesetaraan dan menghapus diskriminasi berbasis gender.
 
Permasalahan Bias Gender dalam Media
 
Sayangnya, bias gender masih menjadi permasalahan umum dalam dunia media. Berdasarkan temuan Global Media Monitoring Project (GMMP) 2020, hanya sekira 25 persen subjek dan sumber berita dari sampel global adalah perempuan. Ini menunjukkan representasi perempuan masih jauh dari seimbang.
 
Tuchman (1978) menjelaskan konsep 'Pelenyapan Simbolik' (Symbolic Annihilation) yang sering terjadi pada representasi perempuan di media. Omission (Penghilangan): Perempuan jarang muncul di media, terutama dalam berita politik, ekonomi, dan sains.
 
Trivialization (Peremehan): Perempuan ditampilkan dalam peran remeh atau domestik dan sebagai pelengkap laki-laki. Condemnation (Kecaman): Perempuan digambarkan secara negatif, sering kali sebagai objek visual atau naratif pasif.
 
Bias-bias ini memiliki dampak besar pada publik, seperti membatasi peluang perempuan di ruang publik, memperkuat hierarki gender, dan menormalkan objektifikasi. Diperkirakan, dibutuhkan 67 tahun untuk mencapai paritas gender di media berita tradisional.
 
Karakteristik Media Sensitif Gender
 
Upaya untuk mengatasi bias ini, media perlu menerapkan ciri-ciri sensitif gender. Menghindari Stereotip Gender: Berhenti menggambarkan perempuan sebagai lemah atau emosional dan laki-laki sebagai dominan atau rasional.
 
Representasi Seimbang: Memastikan perempuan, laki-laki, dan kelompok nonbiner mendapat ruang adil. Perempuan harus ditampilkan sebagai narasumber ahli dan pemimpin, bukan hanya sebagai korban.
 
Bahasa Inklusif Gender: Penggunaan bahasa yang netral, seperti 'pemimpin' alih-alih 'ketua wanita,' dapat membantu membentuk realitas sosial lebih adil. Bebas Bias dalam Peliputan: Terutama dalam kasus kekerasan berbasis gender, media harus fokus pada fakta dan pelaku, bukan menyalahkan korban.
 
Aktualisasi dan Dampak Positif
 
Mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap aspek kerja media, yakni dari kebijakan redaksi hingga produk yang ditampilkan sangatlah penting. Beberapa langkah dapat dilakukan, antara lain membuat pedoman sensitif gender di redaksi, melibatkan perempuan sebagai narasumber ahli, dan melakukan pelatihan literasi gender bagi jurnalis.
 
Jika media menerapkan prinsip-prinsip ini, dampak positifnya akan signifikan. Meningkatkan kesadaran publik: Membantu membentuk opini kritis dan menghapus stereotip gender. 
 
Mendorong perubahan sosial: Mendorong norma sosial baru lebih adil dan memengaruhi lahirnya kebijakan inklusif. Memberdayakan perempuan: Memberikan contoh positif perempuan sebagai pemimpin, ahli, dan pembuat keputusan.
 
Pada akhirnya, media bukan hanya cermin masyarakat, namun juga motor penggerak perubahan sosial. Praktik jurnalisme sensitif gender adalah tanggung jawab etis dan profesional yang dapat membantu mewujudkan masyarakat lebih adil, empatik, dan inklusif.
 
*) Reporter: Meylina Nur Cahyatri

(and_)