Serba serbi

Dulu Jual Menu Hiu, Restoran Ini Kini Beri Edukasi Soal Hiu ke Pelanggan

Wisata & Kuliner

17 Mei 2018 15:03 WIB

Hiu (Dok National Geographic)

SOLO, solotrust.com – Penangkapan hiu oleh nelayan tidak akan berhenti jika masih ada perusahaan yang menerima hasil tangkapan tersebut.

Oleh karena itu, kampanye yang menentang penggunaan hiu sebagai menu makanan perlu terus digalakkan agar semakin banyak orang peduli tentang kelestarian binatang yang begitu penting bagi keberlanjutan ekosistem laut ini.



Dilansir dari laman WWF-Indonesia, Rabu (16/5/2018), Restoran Bandar Djakarta Group sebagai salah satu restoran seafood terbesar di Indonesia baru-baru ini telah menyelesaikan rangkaian acara dalam pendeklarasian komitmennya kepada publik bahwa bisnis mereka bersih dari hiu.

Shandra Januar, Bussiness Development Manager Bandar Djakarta mengatakan bahwa restoran yang berpusat di Kawasan Taman Impian Jaya Ancol ini pernah menjual menu hiu sejak tahun 2001 hingga tahun 2014. Bahkan, restoran tersebut memelihara beberapa ekor hiu hidup sebagai display untuk mempercantik restoran.

Kendati demikian, ternyata stok hiu dari supplier dan pelelangan ikan semakin menurun tiap tahunnya, jumlah penjualannya pun ternyata tidak signifikan.

Setelah akhirnya memutuskan untuk berhenti menjual menu hiu, Restoran Bandar Djakarta pun memahami bahwa peran hiu di alam sangat lah penting, khususnya terhadap jumlah populasi ikan dan biota laut lainnya.

Sebagai restoran penyedia makanan laut, hal ini tentu menjadi konsentrasi tersendiri bagi mereka karena dapat berpengaruh pada keberlanjutan bisnis mereka ke depannya.

Di samping mengumpulkan donasi untuk praktik pelestarian hiu di alam, Bandar Djakarta juga mengedukasi pelanggan setia restoran dengan menghadirkan Dwi Ariyogagautama selaku Bycatch and Sharks Conservation Program Coordinator dari WWF-Indonesia dalam acara bertajuk “Hiu, di Laut atau di Mangkuk?”.

Acara tersebut dilaksanakan di seluruh cabang Bandar Djakarta yang ada di Ancol, Bekasi, Pluit, dan Alam Sutera  di mana Yoga, begitu sapaan akrabnya menyampaikan status terkini hiu di Indonesia dan peran pengusaha dalam perdagangan di Indonesia dan global.

“Kami sangat mengapresiasi komitmen Bandar Djakarta Group, dan diharapkan dapat diteladani oleh pebisnis yang lain. Karena, dengan meningkatnya kesadaran dari pihak pengusaha dan pebisnis kita dapat memutus rantai perdagangan hiu yang hingga kini masih menjadi tantangan utama kelestarian hiu di Indonesia. Selain itu, sebagai konsumen kita juga harus memilih untuk tidak mengkonsumsi hiu," jelas Yoga.

Hingga 2014, Indonesia masih menjadi negara produsen hiu terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 16,8% dari total tangkapan dunia.

Dengan tidak mengonsumsi hiu dan menolak produk hiu dalam bisnis, artinya kita turut menutup salah satu pintu perdagangan dan pemanfaatan hiu. WWF-Indonesia sejak tahun 2013 telah mengampanyekan #SOSharks untuk menghentikan penyajian menu Hiu di restoran.

Perlu diketahui bahwa posisi hiu sebagi top predator keberadaannya begitu penting dalam ekosistem laut karena menjaga keseimbangan rantai makanan. Hiu makan secara efisien, pergi ketika tua dan sakit, serta mejaga populasi mangsanya tetap pada porsinya sehingga tidak terlalu padat dan membahayakan sebuah ekosistem.

Selain itu, hiu juga memangsa ikan-ikan yang lebih kecil yang sakit dan lemah bahkan ada yang  mencari bangkai ikan di dasar lautan sehingga hiu membantu mencegah persebaran wabah penyakit di lautan.

Selain itu, penurunan spesies hiu di laut akan berakibat meningkatnya spesies ikan pemakan kerang-kerangan di bawah laut seperti ikan pari. Padahal, kerang-kerangan berfungsi sebagai biofilter di laut yang berfungsi menjernihkan perairan laut.

Jika keadaaan ini terus berlanjut, maka akan terjadi kekeruhan perariran yang tinggi dan akan terjadi dead zones yang menyebabkan kerusakan ekosistem secara luas. (Lin)

(way)