Hard News

Burung Penangkaran Berkembang Banyak, Tapi Sulit Bertahan Hidup di Alam, Kok Bisa ?

Jateng & DIY

28 Agustus 2018 19:31 WIB

Ilustrasi.

SOLO, solotrust.com - Populasi burung kicau yang temasuk satwa dilindungi mengalami penurunan di habitat alam hingga 50 persen jika merujuk data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2000 hingga sekarang. Di sisi lain, masyarakat kini tengah digemarkan dengan hobi penangkaran burung kicau.

Staf Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 1 Surakarta, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, Joko Triyono, menyampaikan beberapa jenis burung kicau yang banyak dipelihara dan dikonteskan masuk dalam daftar burung dilindungi. Di antaranya jenis Murai Batu, Pleci, Cucak Rowo, Jalak Suren dan burung lainnya.



"Bisa dilihat sekarang satwa Jalak Suren memang di penangkaran banyak, tapi di habitatnya di hutan sudah tidak ada, Cucak Rowo kan habitatnya di Kalimantan, Sumatera coba dicari di alam pasti sudah sulit," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan, burung hasil penangkarkan oleh masyarakat di rumah-rumah, bakal sulit bertahan hidup jika di lepas di alam. Sebab burung yang ditangkar masyarakat mendapatkan makanan yang teratur, berbeda jika mencari makan di alam.

"Burung yang diternakkan penghobi ataupun pedagang itu memang banyak, tapi burung itu akan sulit hidup di alam. Burung yang dijual pedagang itu jika harus dilepas, kemungkinan hanya bertahan hidup sebentar dan rawan karena tidak bisa mencari makan sendiri, perlu proses yang tidak sebentar untuk kembali ke habitat alam," ujarnya.

Sehingga, Joko menyebut jika di penangkaran jenis satwa tersebut diakui memang banyak, namun LIPI melihat kelangkaan berdasarkan habibat satwa.

"Dengan adanya Permen LHK Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 diharapkan perlindungan dan pengelolaan intensif terhadap spesies burung dapat ditingkatkan. Melalui upaya konservasi di habitatnya (in-situ) maupun di luar habitatnya (ex-situ) secara terpadu," jelas Joko. (adr)

(wd)