Hard News

Komnas Perempuan Desak Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Jateng & DIY

11 Desember 2018 02:06 WIB

Indriyati Suparno (baju batik), Komisioner Komnas Perempuan.

SOLO, solotrust.com - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mendesak Komisi 8 DPR RI untuk segera melakukan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual.

Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Indriyati Suparno mengungkap, dari pantauan Komnas Perempuan selama 20 tahun, terdapat 15 bentuk kekerasan seksual. Namun dalam perundangan di Indonesia, yang diatur ketentuan pidananya hanya 3, yaitu perkosaan, perdagangan, dan eksploitasi seksual, tetapi masih sempit, belum spesifik.



"Dari 15 bentuk kekerasan seksual itu, coba kami tuangkan dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, tapi setelah dikaji hanya 9 yang bisa memenuhi unsur tindak pidana," paparnya pada solotrust.com, usai Peringatan Hari HAM di, di RM Dapur Ndeso Mbak Yun, Solo, Senin (10/12/2018).

Adapun 9 jenis kasus tersebut, di antaranya perkosaan dengan keluasan definisi, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, perkawinan paksa, sterilisasi paksa, pelecehan seksual, perbudakan seksual, dan eksploitasi seksual termasuk prostitusi paksa.

Pihaknya mendesak agar 9 bentuk kekerasan seksual ini segera disetujui oleh Panitia Kerja Komisi VIII DPR RI yang membidangi tentang perempuan dan agama. Terlebih, RUU ini termasuk Prolegnas Prioritas tahun 2017 dan Prolegnas Prioritas tahun 2018. Namun sayangnya, sampai sekarang RUU ini tidak kunjung dibahas-bahas padahal tahun 2018 hampir selesai.

"Komisi 8 itu kan membidangi perempuan dan agama, sehingga persoalan seksualitas menjadi sangat menantang di komisi yang terbiasa membahas agama," ujarnya.

Berdasarkan data Komnas Perempuan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada 2017, kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 350.472 kasus sedangkan di tahun 2016 sebanyak 259.150 kasus.

Pihaknya berharap, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut dapat menekan angka kasus kekerasan terhadap perempuan. "Harapan kita, RUU ini dibahas di masa sidang yang sekarang, jangan menunggu setelah Pemilu," pungkasnya. (rum)

(wd)