Pend & Budaya

Akademisi Sebut Indonesia Berpotensi Besar Jadi Lumbung Pangan Dunia 2045

Pend & Budaya

29 Maret 2019 09:24 WIB

Rektor UNS Prof Ravik Karsidi saat pidato dalam acara Seminar Nasional dan Pro Loknas FKPTPI BKS Wilayah Timur di UNS, Solo, Rabu (27/3/2019). (solotrust-adr)

SOLO, solotrust.com - Harapan Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia di tahun 2045 dapat diwujudkan dengan memaksimalkan potensi dan kekayaan sumber daya yang dimiliki negara ini utamanya sektor pertanian.

Hal itu disampaikan Dr Ahmad Pramono, ketua panitia seminar nasional Sumber daya Pertanian Berkelanjutan Dalam Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan Indonesia pada Era Revolusi Industri 4.0.



“Tema ini dipilih berdasarkan pemikiran mengenai potensi dan peran strategis sektor pertanian dalam rangka mendukung swasembada pangan dan peran Indonesia sebagai lumbung pangan dunia dalam menghadapi era revolusi industri 4.0," ujar Ahmad saat menyampaikan laporan dalam acara seminar nasional di Aula Gedung Dekanat FP UNS, Kentingan, Jebres, Solo, Rabu (27/3/2019).

Menurutnya, Indonesia sangat potensial menjadi lumbung pangan dunia karena beberapa faktor yang mendukung, yaitu ekosistem tropis Indonesia yang memungkinkan kegiatan pertanian dilakukan sepanjang tahun, adanya variasi genetik tumbuhan, serta adanya aktivitas ekstensifikasi dan intensifikasi kegiatan pertanian dalam arti luas.

Sementara itu, Rektor UNS Prof Ravik Karsidi mengatakan, di era revolusi industri 4.0 ini pengelolaan pertanian Indonesia di berbagai wilayah masih cenderung bersifat tradisional. Sehingga perlu dikembangkan konsep pengembangan pertanian untuk mendukung era revolusi industri 4.0, seperti konsep pertanian cerdas yang merujuk pada penerapan (Teknologi Informasi dan Komunikasi) TIK untuk optimalisasi dan efisiensi sumber daya yang ada.

Baca juga : Jateng Akan Buat Sistem Informasi Pertanian untuk Tekan Inflasi

“Tema ini sangat visioner dan prospektif, meskipun sedikit terlambat. Saya katakan prospektif karena memang masa depan kita adalah itu. Saya bilang terlambat karena 10 tahun yang lalu teman-teman kita di luar negeri sudah membahas ini. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Konsekuensi dari 4.0 ini, salah satunya adalah sistem produksi pertanian kita sudah harus diubah," kata Ravik.

Hal ini linier dengan program-program yang diusung pemerintah sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian RI Riwantoro dalam sesi jumpa pers di sela-sela seminar nasional.

“Kita berusaha mendekatkan produksi dengan ekspor. Bagaimana memotong rantai pasokan agar hasil produksi dapat lebih mudah dan cepat didistribusikan tanpa banyak perantara sehingga meningkatkan kesejahteraan petani. Salah satu program yang dicanangkan adalah Gerakan Satu Juta Petani Milenial," terang Riwantoro.

Selain Riwantoro, seminar ini juga dihadiri oleh tiga pemakalah utama, yakni Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Harwanto dengan tema 'Riset Terkini yang Mendukung Pencapaian Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Revolusi Industri'.

Kemudian, Dekan FP UNS Prof Dr Ir Bambang Pujiasmanto MS dengan tema 'Potensi Keanekaragaman Hayati dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Revolusi Industri 4.0'.

Pemakalah ketiga adalah Astri Purnamasari, VP of Corporate Service TaniHub dengan tema 'Peran Industri Pangan dalam Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Revolusi Industri 4.0'.

Selain pemaparan makalah dan diskusi, dalam seminar ini juga diumumkan pemenang dari Kompetisi Aplikasi Pertanian Berbasis Android dengan nama EMOTYCON (AgriculturE Mobile TechnologY CONtest) yang telah dilaksanakan pada Selasa (26/3/2019). (adr)

(way)