Pend & Budaya

Kukuhkan Guru Besar Bidang Ilmu Gizi dan SDM, Rektor UNS Dorong Kontribusi Dalam WCU

Pend & Budaya

16 Oktober 2019 11:41 WIB

Rektor UNS Prof Jamal Wiwoho saat mengukuhkan guru besar baru UNS, di Gedung Auditorium G. P. H Haryo Mataram UNS, pada Selasa (15/10/2019).


SOLO, solotrust.com - Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Jamal Wiwoho mengukuhkan Prof. Dr. Hunik Sri Runing Sawitri, S.E., M. Si sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Prof. Dr. dr. Yulia Lanti Retno Dewi, M. Si sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Gizi Fakuktas Kedokteran (FK).



Pengukuhan guru besar dilaksanakan dalam sidang senat terbuka di Gedung Auditorium G. P. H Haryo Mataram UNS, pada Selasa (15/10/2019). Rektor UNS Prof. Jamal Wiwoho berharap agar Prof. Hunik dan Prof. Yulia setelah dikukuhkan menjadi guru besar ini dapat turut serta berperan aktif mendorong akselerasi UNS menjadi World Class University (WCU) melalui ilmu-ilmu yang dimiliki di bidangnya sebagai insan cendekia.

 “Khususnya pada pilar menitikberatkan pada profesionalitas SDM, serta selaras dengan kebijakan pemerintah lima tahun kedepan yang fokus pada pembangunan SDM,” tutur Rektor.

Sementara itu saat pengukuhan, Prof.  Yulia Lanti Retno Dewi menyampaikan pidato inaugurasi yang berjudul 'Kekurangan Yodium dalam Perspektif Ekologi dan Upaya Penanggulangannya'. Pidato tersebut merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan Prof. Yulia bersama dengan Grup Riset Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI).

Prof. Yulia mengatakan bahwa kekurangan iodium merupakan salah satu masalah global dan di Indonesia sendiri diperkirakan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah kekurangan yodium berjumlah 54 juta orang dan tersebar hampir di seluruh wilayah. Sedangkan untuk solusinya sudah lama pemerintah dengan suntikan yodium dalam minyak (Lipidol) untuk ibu hamil dan wanita usia subur, namun karena rawan penyakit dan biaya yang besar kemudian dihentikan. Setelah itu diganti dalam bentuk kapsul yodium diperluas untuk ibu menyusui dan anak SD, lalu dihentikan lagi karena biaya masih mahal sehingga akhirnya digunakanlah garam yodium sejak tahun 1997 yang menjadi paradigma hingga sekarang.

"Kekurangan yodium pada manusia mengakibatkan gangguan kesehatan yang dapat menyerang semua usia mulai dari janin hingga usia lanjut, yodium adalah bahan pembentuk hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan kekurangan yodium di suatu wilayah merupakan akibat dari rendahnya kadar yodium di dalam tanah dan air wilayah tersebut," papar Prof. Yulia.

Dalam penelitannya di Kecamatan Ngargoyoso Karanganyar, meskipun paradigma tersebut digunakan namun kekurangan yodium masih ada di wilayah tersebut, kemudian ia menggali melalui perspektif ekologi.

“Dalam perspektif ekologi kekurangan yodium adalah akibat dari interaksi berbagai faktor lingkungan, diantaranya faktor fisik (erosi, curah hujan tinggi, penggundulan hutan, topografi), biologik (cacing usus, anemia gizi besi, senyawa goitrogenik, pupuk nitrogen, escherichia coli), sosial (seperti pendidikan rendah dan kemiskinan) dan budaya (ketidakacuhan, pola makan monoton, cara memasak makanan, budaya pertanian),” papar dia.

Sementara itu, Prof.  Hunik Sri Runing Sawitri menyampaikan pidato inaugurasinya yang berjudul 'Komitmen Organisasional, Budaya, dan Kinerja Karyawan'. Sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen SDM FEB UNS, Prof. Hunik dalam pidato inagurasinya mehubungan antara komitmen organisasional budaya, dan kinerja pada seorang karyawan. Pasalnya, dalam konsep komitmen organisasional banyak anggapan bahwa kalau karyawan mempunyai komitmen tinggi pasti kinerjanya baik, namun hasil penelitian menunjukkan hal beda.

“Hasil penelitian saya mengungkapkan tingkat kinerja positif atau negatifnya karyawan lebih ada pada pengaruh keterikatan dengan atasan, bukan organisasinya karena menurut perspektif jarak kekuasaan tinggi, kedekatan dan interaksi karyawan, supervisor menjadi lebih efektif dalam memonitor, memberi penghargaan, dan memengaruhi perilaku karyawan dibanding organisasi/perusahaan, karyawan mempunyai komitmen afektif karena adanya kesamaan nilai dan tujuan," terang Prof. Hunik. (adr)

(wd)