Pend & Budaya

Awas! PTN Paling Rawan Paparan Radikalisme

Pend & Budaya

19 November 2019 10:01 WIB

Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Islam Negara (UIN) Yogyakarta sekaligus Sekretaris LPBH PWNU Yogyakarta, Gugun El Guyanie dalam acara Dialog Publik Mahasiswa dan Negara Pancasila: Melawan Radikalisme dan Paham Khilafah di Civitas Akademika, di Aula Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta, Senin (18/11/2019)

SOLO, solotrust.com - Bibit radikalisme disinyalir berpotensi tumbuh subur di kampus-kampus pencetak intelektual, utamanya perguruan tinggi negeri (PTN). Hal ini menjadi peringatan dini bagi negara maupun PTN bahwa radikalisme memasuki fase darurat.

Hal itu diungkapkan Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Islam Negara (UIN) Yogyakarta sekaligus Sekretaris LPBH PWNU Yogyakarta, Gugun El Guyanie dalam acara Dialog Publik Mahasiswa dan Negara Pancasila: Melawan Radikalisme dan Paham Khilafah di Civitas Akademika, di Aula Fakultas Adab dan Bahasa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, Senin (18/11/2019).



"Perguruan tinggi kita, terutama PTN yang umum seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), bahkan Universitas Sebelas Maret (UNS) itu benar-benar menjadi tempar suburnya benih radikalisme. Tidak ada lahan lain yang lebih subur yang ditanami bibit radikalisme kecuali kampus," kata Gugun

Tentu saja hal ini menjadi early warning system (sistem peringatan dini-red) bagi negara dan masyarakat untuk selalu mengawasi, mengelola, dan memberikan treatment (perlakuan-red) khusus kepada perguruan tinggi terkait penyebaran bibit radikalisme secara terlatih di kampus dan dialektikanya berdampak pada tempat mereka bekerja nanti di institusi-institusi pemerintahan, seperti yang ditemukan saat ini bahwa ada ASN (aparatur sipil negara) yang terpapar radikalisme.

"Mereka kuliah empat sampai lima tahun di kampus. Setelah itu, mereka bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN) di kementerian, lembaga negara, atau di BUMN hingga menjadi anggota DPRD. Akhirnya mereka menyebarkan bibit radikalisme ini ke karyawan lain di tempatnya bekerja. Bahkan, kalau mereka kuliah kedinasan seperti IPDN, STAN, mereka juga sudah terpapar lebih serius. Jadi peringatan dini mereka akan memengaruhi kebijakan-kebijakan legislasi, kebijakan publik yang berbau radikalisme," bebernya.

Menurut Gugun El Guyanie, hal yang mendasari kerentanan paparan radikalisme di perguruan tinggi negeri, bukan perguruan tinggi keagamaan karena mayoritas mahasiswanya latar belakang berasal dari siswa umum, atau bukan santri pesantren. Selain itu, faktor usia mahasiswa juga merupakan masa-masa mencari ideologi dan teologis sehingga apapun yang dihadapi akan mudah diterima.

"Itu lebih mudah terpapar. Sebaliknya anak-anak kuliah di perguruan tinggi keagamaan lebih punya background santri. Mereka memiliki dialektika yang berbeda dalam menerima doktrin-doktrin radikalisme. Oleh sebab itu, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) ini menjadi satu-satunya kampus harapan yang menjadi penyebar Islam moderat, walaupun PTKIN juga jangan lengah, bisa saja dimasuki juga dan melalui dialog-dialog seperti inilah juga menjadi upaya membentengi mahasiswa," jabar dia. (adr)

(redaksi)