Pend & Budaya

ISI Solo Kukuhkan 2 Guru Besar, Berharap Seni Dapat Selalu Relevan Sesuai Zaman

Pend & Budaya

27 Februari 2025 19:33 WIB

Institut Seni Indonesia Surakarta atau ISI Solo menggelar sidang senat terbuka dalam rangka pengukuhan gelar guru besar kepada Prof. Dr. Maryono dan Prof. Dr. Suyoto di Pendapa GPH Joyokusumo, Jebres, Solo, Kamis (27/02/2025). (Foto: Dok. solotrust.com/Muhammad Alif dan tim)

SOLO, solotrust.com - Institut Seni Indonesia Surakarta atau ISI Solo menggelar sidang senat terbuka dalam rangka pengukuhan gelar guru besar kepada Prof. Dr. Maryono dan Prof. Dr. Suyoto di Pendapa GPH Joyokusumo, Jebres, Solo, Kamis (27/02/2025).

Pada acara ini, Prof. Dr Maryono, S.Kar., M.Hum. berkesempatan menjadi penyampai orasi ilmiah pertama. Dia memaparkan orasi ilmiah berjudul 'Standarisasi Estetika Hastaswanda pada Seni Pertunjukan Tari'. Latar belakang dirinya meneliti hal itu lantaran resah terhadap beberapa aspek teori Hastasawanda yang tidak memenuhi standar teori estetik dalam seni pertunjukan tari.



Akhirnya, Maryono menemukan standar teori estetika baru bernama Nawasapada yang mampu menganalisis secara sistematis, logis, dan empiris dalam menjelaskan fenomena estetika seni pertunjukan.

Standar teori estetika Nawasapada juga diklaim menghadirkan dinamika baru dari konsep terbatas menjadi teori terbuka serta dinamis dan dapat mewadahi berbagai aspek estetik seni pertunjukan.

“Untuk itu, standar teori estetika Nawasapada menjadi penting disosialisasikan dalam rangka perluasan wawasan dan membuka pemahaman serta kesadaran baru terhadap terori estetika seni pertunjukan,” kata Maryono.

Pada kesempatan itu, Maryono menutup orasi ilmiahnya dengan menampilkan sebuah tarian, diiringi musik karawitan dan tembang yang dia ucapkan.

Sementara itu, Prof. Dr Suyoto S.Kar., M.Hum. menjadi guru besar berikutnya yang dilantik. Dirinya membacakan orasi ilmiah dengan judul 'Konsep Luluh Penyajian Tembang Jawa sebagai Karya Sastra Klasik Kehadirannya dalam Karawitan'.

Suyoto menjelaskan, makna luluh dalam seni tembang, yakni menyatukan dua suku kata dan dua nada berbeda. Alasan dirinya mengangkat penelitian ini karena keresahan terhadap klaim tembang yang tidak termasuk dalam ranah karawitan.

Suyoto menutup orasi ilmiah dengan menampilkan tembang fenomenal Dhandhanggula Ragalawe. Dia juga mengajak Prof. Dr. Maryono untuk berkolaborasi dan disambut riuh tepuk tangan audiens.

Pada kesempatan sama, Rektor ISI Solo, I Nyoman Sukerna berpesan agar guru besar yang telah dikukuhkan dapat menjaga, mengembangkan, dan melakukan inovasi terhadap seni yang sudah ada sehingga selalu relevan degan perkembangan zaman.

Dia berharap dengan gelar telah diraih, Maryono dan Suyoto memiliki semangat baru untuk berkarya dan membawa nama ISI Solo ke level tertinggi.

“Dunia seni dan budaya sedang menghadapi tantangan tidak mudah, mulai dari globalisasi, digitalisasi, dan perubahan sosial yang begitu cepat. Seni harus tetap bertahan dan menjadi bagian dari solusi. Di sinilah peran guru besar hadir,” kata I Nyoman Sukerna.

*) Reporter: Ghaitsa Ova/Fathan Prabaswara/Ahmad Zaqi/Muhammad Alif

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya