Pend & Budaya

Pemerintah Harus Lebih Taktis Hadapi Organisasi Anti NKRI

Pend & Budaya

19 November 2019 11:03 WIB

Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Islam Negara (UIN) Yogyakarta sekaligus Sekretaris LPBH PWNU Yogyakarta, Gugun El Guyanie di IAIN Surakarta, Senin (18/11/2019)

SOLO, solotrust.com - Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 dikeluarkan pemerintah secara de jure memang menumbangkan organisasi tertentu yang bertentangan Pancasila dan UUD 1945, akan tetapi secara de facto masih berupaya melakukan indoktrinasi di masyarakat.

"Perppu atau Undang-Undang harus diterjemahkan ke dalam aturan yang lebih konkret dan taktis. Perppu Ormas yang ada saat ini masih abstrak," ucap dosen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Islam Negara (UIN) Yogyakarta sekaligus Sekretaris LPBH PWNU Yogyakarta, Gugun El Guyanie di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, Senin (18/11/2019).



Ormas terlarang memiliki gaya dinamis. Saat diatur pemerintah, ekspengurus atau simpatisannya memiliki pola lain untuk bisa menyusup dan melakukan doktrinasi ke dalam kelompok-kelompok, khususnya akademik yang justru menjadi susah diawasi.

"Ibarat prostitusi, begitu lokalisasi dibubarkan, mereka berjualan dengan cara lain. Sama seperti ormas terlarang, begitu dibubarkan, pemerintah seakan kehilangan peta, di kampus-kampus bisa nebeng, mendompleng di organisasi kampus, memang level kebijakan legislatif itu penting, tapi harus ditaktiskan lagi," bebernya.

Media sosial, menurut Gugun menjadi cara efektif dalam membangun jejaring komunikasi gerakan yang bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebijakan pemerintah melalui kementerian terkait harus memiliki treatment (perlakuan-red) tidak hanya mengawasi lembaga kampus, tetapi bagaimana kurikulum ditata.

"Hal yang dibutuhkan adalah kebijakan penataan kurikulum, organisasi mahasiswa kampus, meskipun otoriter, tapi mau tidak mau dalam situasi emergency (darurat-red), negara atau rektorat harus memiliki kebijakan untuk mengawasi penataan organisasi kampus, aktivis kampus, kalau perlu kurikulum antiradikalisme menjadi mata kuliah wajib. Mahasiswa harus sadar radikalisme itu berbahaya bagi NKRI, kita harus selamatkan NKRI," tukasnya.

(redaksi)