SOLO, solotrust.com - Dosen Program Studi (Prodi) Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Muhammad Rohmadi menyalurkan gagasannya untuk menangkal paham radikalisme peserta didik melalui pengintegrasian nilai-nilai kebangsaan dalam pembelajaran kepada SMA dan SMK di Pacitan, Jawa Timur.
Menurutnya, usia sekolah menengah atas merupakan sasaran empuk penyebar paham radikal sebelum mereka masuk ke perguruan tinggi maupun dunia kerja. Pasalnya, saat ini perguruan tinggi negeri maupun instansi pemerintahan memiliki potensi paparan radikalisme.
Rohmadi menjelaskan, tahapan program pengabdian kepada masyarakat (PKM) dijalankan bersama dua rekannya yakni ketua tim peneliti Sukarmin dan Sarwanto sebagai anggota bersama dirinya, dengan bidang unggulan pembangunan manusia dan daya saing bangsa. Program diawali dengan koordinasi bersama kepala sekolah mitra, yakni SMA Negeri 2 Pacitan dan SMK Negeri Pringkuku Pacitan dengan waktu pelaksanaan mulai 13 April 2019 sampai dengan 23 Agustus 2019.
"Setelah itu, kami menyamakan program bahwa apa yang kami lakukan adalah memberikan TOT (Training of Trainer) kepada guru, ada sekitar seratus orang, memberikan materi nilai-nilai kebangsaan melalui workshop," kata Rohmadi kepada solotrust.com, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (09/12/2019).
Nilai-nilai kebangsaan yang dimaksud, seperti pelatihan materi penanaman nasionalisme, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan wawasan Nusantara.
"Menanamkan nasionalisme itu penting, guru-guru sekarang kan banyak teridentifikasi memiliki paham yang berbeda dari dasar negara Indonesia, maka kita awali dari guru, kemudian diintegrasikan kepada muridnya," beber dia.
Guru dilatih bagaimana menanamkan nilai-nilai kebangsaan lewat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus, aplikasi perencanaan kegiatan pembelajaran kepada siswa.
"Di sekolah kan ada pembelajaran aspek religiusitas, aspek sosial, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilam, semua kita satukan lalu diimplementasikan," tutur Rohmadi.
Implementasi yang diterapkan adalah dengan perencanaan awal praktik pembelajaran, pelaksanaan, evaluasi dalam focus group discussion dan tindak lanjutnya. Praktik diajarkan, antara lain seperti saling menghargai orang lain dengan kebiasaan senyum, salam, dan di sekolah, menghargai perbedaan pendapat dalam sebuah diskusi tematik kelompok, bagaimana menyikapi agar tidak menimbulkan benturan antarkelompok satu dengan lainnya.
"Nanti akan dievaluasi bersama-sama kesulitannya apa, akhirnya tindak lanjut peserta didik dan guru, hingga memahami konsep radikalisme harus menjadi pemahaman riil, titik temu bagi guru dan siswa. Ada yang menganggap radikalisme itu kekerasan, beda agama, di sini kita buat guru menjadi teman diskusi, jangan sampai ada paham masuk, tapi mereka (siswa) tidak tahu, tapi menyerap begitu saja," papar dia.
Selain program diskusi, Rohmadi juga memiliki program literasi unggulan bernama Ratu Lisa, yakni mengajak siswa untuk rajin menulis dan membaca untuk menuangkan ide dan gagasan melalui sebuah tulisan dengan tematik kebangsaan, sehingga dapat menggugah rasa nasionalisme.
“Membaca dan menulis akan membuka cakrawala, pikirannya lebih luas, harapan kami mereka yang akan dapat menyangkal sendiri radikalisme itu. Kalau orang sudah memiliki wawasan kebangsaan yang kuat otomatis tidak akan mudah sembarangan meremehkan yang berbeda. wujud nyatanya kita kenalkan dalam wawasan Nusantara pada siswa, alangkah baiknya setiap orang mengenal 34 provinsi Indonesia dengan budaya di masing-masing provinsi, Indonesia memang beda, tidak bisa dianggap sama, namun visinya harus sama untuk kemajuan Indonesia,” kata dia
“SDM, geografis, budaya, suku kita beda, itu harus dipahamkan lewat Ratu Lisa, bersilaturahmi, berkomunikasi, berkolaborasi, beraksi, berliterasi sehingga melahirkan SDM unggul karakter kuat, cerdas, pintar, baik dan berintegritas,” jabar dosen yang dikenal supel di kalangan mahasiswa itu.
Sementara itu, ketika disinggung terkait lokasi PKM, Rohmadi menuturkan, dipilihnya Kabupaten Pacitan lantaran secara geografis letak wilayahnya berada jauh dari beberapa kota di sekitarnya, sehingga daerah tersebut berpotensi lepas dari pengawasan akan masuknya paham radikalisme dan perlu dilakukan pendekatan melalui ranah pendidikan.
“Pacitan seperti daerah palung, letaknya jauh dari kota-kota besar. Bagi kami ini perlu mendapat sentuhan pengetahuan secara khusus apa itu radikalisme dan apa yang harus dihindari. Apalagi di era teknologi gadget masuk ke seluruh wilayah, maka kami mencoba bersama tim PKM, bertujuan ikut serta mensosialisasikan melalui ranah pendidikan,” ujar dosen penulis buku Menjadi Manusia Inspiratif.
Rohmadi berharap program PKM-nya dapat berlanjut ke daerah lain sebagai bekal wawasan Nusantara dan kebangsaan, serta guru dan siswa yang sudah mendapatkan bekal tersebut diharapkan menjadi virus penebar rasa saling menghormati dan menghargai di antara perbedaan yang ada di tanah air, sehingga tidak ada celah paham radikalisme menggerogoti bangsa.
“Anak-anak SMA ini potensinya besar, makanya kita sentuh agar memiliki paham positif, kemudian mereka menjadi virus positif kepada temannya, nilai edukatif nasionalisme kenegaraan kebangsaan, mendukung keunggulan SDM, karakter dan integritas kuat berkontribusi pada negeri,” pungkas dia. (adr)
(redaksi)