Entertainment

Blak-blakan! Joko Anwar Beberkan Bisnis Industri Film Tanah Air

Musik & Film

26 Mei 2020 16:31 WIB

Proses syuting film (Foto: Instagram-@jokoanwar)

Solotrust.com - Dalam industri film Tanah Air, masyarakat awam banyak tak mengetahui bagaimana bisnis tersebut berjalan. Sebuah perusahaan film terkadang harus menunggu memproduksi beberapa film terlebih dahulu sebelum meraup untung dari apa yang telah dilakukannya. Jadi tidak serta merta sebuah film bisa menguntungkan seorang investor.

Joko Anwar dalam sebuah tweet-nya baru-baru ini mencoba membedah bagaimana sebuah industri perfilman Indonesia bekerja.



“Saya mau mulai thread ini dengan bilang bahwa 70 persen film merugi setiap tahunnya. Artinya, kalau dalam setahun ada 140 judul film Indonesia yang rilis, 94 film di antaranya nggak balik modal,” ujar Joko Anwar dalam cuitannya.

“Di Indonesia, pendanaan film didapat umumnya dari private investor. Artinya, orang punya duit terus invest di film. Sebagian kecil ada yang dari venture capital, yaitu beberapa orang ngumpulin duit lalu dikelola buat invest di film. Para investor di film namanya ‘Executive Producers’,“ urai Joko Anwar menjelaskan sebuah film mendapatkan modal.

Joko Anwar juga menuliskan di film bisa terjadi dengan dua cara, yakni sineas dalam hal ini sutradara, produser, dan juga penulis mempunyai proyek yang kemudian mencari dana ke seorang private investor (PI) atau venture capital (VC) atau ke sebuah perusahaan film (PH), dananya berasal dari PI maupun VC. Cara kedua ialah sebuah PH memanggil sineas untuk membuat sebuah film pesanan mereka.

Sementara para pekerja film, terdiri atas kru dan pemain mendapatkan uang setelah ada proyek sebuah film. Mereka tentunya dipilih dari kesepakatan antarsineas yang terlibat. Di sini para pekerja film selain mendapatkan uang juga tentu saja akan menghasilkan sebuah karya.

Dalam sebuah produksi film di Indonesia, terkadang orang yang terlibat bisa mencapai 120 orang atau bahkan ada sekira 300 orang di lapangan. Apabila ditambah pekerja lain setelah film selesai dikerjakan di lapangan bisa mencapai sekira 500 orang. Tak heran apabila credit tittle sebuah film bisa sangat panjang.

Di Indonesia sendiri jumlah kru film secara keseluruhan bisa mencapai ribuan orang. Mereka mencari penghasilan bergantung dari para investor yang masih mau menanamkan modalnya atau tidak.

“Biasanya perusahaan film setahun bikin beberapa film (disebut slate) mungkin bikin lima lalu empat rugi, tapi satu untung dan bisa nutup kerugian lainnya,” cuit sutradara Modul Anomali.

Sementara itu, cara pemasaran sebuah film setelah selesai diproduksi dan siap tayang ialah dengan diputar ke bioskop dengan bagi hasil 50-50. Selanjutnya dijual ke video on demand  (VOD) streaming, seperti Netflix dan Iflix. Jika di luar negeri masih bisa dijual dalam bentuk DVD dan Blu-Ray, sedangkan di Indonesia, indutri tersebut sudah mati karena maraknya pembajakan.

Joko Anwar juga terus menyerukan supaya para penonton ikut membantu perusahaan dengan menonton film berbayar, tidak melalui bajakan. Dengan begitu, harapannya para investor masih mau menanamkan modalnya sehingga dunia perfilman Indonesia dapat terus berlangsung. (dd)

(redaksi)