Pend & Budaya

25% Pelajar di Jawa Tengah Tak Miliki Akses Layanan Program Pendidikan Daring

Pend & Budaya

22 Juli 2020 10:17 WIB

Ilustrasi.

SOLO, solotrust.com- Sekitar 20 hingga 25 persen para pelajar di Jawa Tengah tidak memiliki akses layanan Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) atau sistem daring. Hal itu diungkapkan Ketua Forum Anak Nasional Jawa Tengah, Amelia Adiputri Diansari dalam acara Bincang Santai Bareng Media bertajuk "Curhat Anak Jawa Tengah di Masa Pandemi" yang digelar secara zoom meeting, Selasa (21/7/2020).

Amelia memperoleh data tersebut dari hasil survai tertutup yang dilakukan Forum Anak Nasional Jateng dengan responden 590 pelajar di Jawa Tengah, yang dilakukan setelah muncul pandemi COVID-19 dan mengharuskan para pelajar mengikuti sistem pembelajaran secara daring.



"Masalah yang muncul mulai dari siswa tidak memiliki telepon selular untuk mengakses internet karena faktor kekurangan ekonomi orangtuanya. Selain juga karena sulitnya sinyal di tempat tinggalnya," urainya.

Beberapa anggota Forum Anak Jawa Tengah yang terlibat dalam bincang santai itu selain Amelia yang baru lulus dari SMAN 1 Sragen adalah Ricky Aditya siswa Kelas 12 SMAN 2 Wonosobo, kemudian Muhammad Meizar Brahmantyo yang baru lulus dari MAN 2 Banyumas, lalu ada Foresta Arbar Ramadhan  dari SMKN 1 Brebes, Nindy pelajar dari Rembang, dan beberapa lainnya.

Ricky dari Wonosobo bercerita, ada rekannya yang pulang kampung karena tidak ada sekolah offline lagi. Namun ketika pembelajaran online secara daring dimulai, rekannya itu tidak terkoneksi. 

"Kami kirim pesan lewat WA juga tidak nyambung. Akhirnya pihak sekolah mendatangi rumahnya di kawasan pegunungan di Kledung. Sinyalnya ternyata sulit. Pihak sekolah kemudian membantu agar teman kami bisa tetap mengikuti pelajaran secara online itu. Saat test akhir semester, teman kami boleh datang ke sekolah untuk mendapatkan soal," tuturnya.

Forum Anak Nasional Jateng ini juga memberi masukan kepada Dinas Pendidikan Jateng pemberlakuan sistem pembelajaran offline bila new normal diterapkan.

"Bisa dengan sistem shift. Bisa juga hari ini untuk kelas 10, hari berikutnya untuk kelas 11, begitu seterusnya. Itu dalam upaya mematuhi protokol kesehatan agar tidak terjadi penyebaran COVID-19," kata Ricky.

Sementara itu, Spesialis Perlindungan Anak dari UNICEF Perwakilan Wilayah Pulau Jawa, Naning Pudji Julianingsih mengakui bahwa layanan perlindungan anak jadi terganggu karena ada refocusing anggaran dialihkan ke penanganan COVID-19.

"Kami mendapatkan keluhan orang tua keberatan dengan paketan data unlimited agar anaknya bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh secara online itu. Seharusnya anak-anak digratiskan rekening internetnya," paparnya. (awa)


 

(wd)