Ekonomi & Bisnis

Cukai Hasil Tembakau Resmi Naik 12,5%, Begini Rinciannya

Ekonomi & Bisnis

10 Desember 2020 19:31 WIB

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (Foto: Instagram-@smindrawati)

JAKARTA, solotrust.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani mengumumkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), Kamis (10/12/2020) siang secara virtual di channel YouTube Kemenkeu RI. Kenaikan sebesar 12,5 persen ini akan mulai berlaku Februari 2021.

"Kami menaikkan cukai rokok dalam hal ini 12,5 persen kenaikannya," terang Sri Mulyani dalam pernyataan terkait kenaikan CHT, dalam hal ini adalah produk rokok.



Dalam siaran pers, dikatakan kenaikan tarif cukai sesuai dengan visi dan misi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan pada sumber daya manusia maju dan Indonesia unggul.

“Kebijakan ini merupakan komitmen kita untuk menyeimbangkan berbagai aspek dari CHT ini. Pertama adalah mengendalikan konsumsi konsumen rokok, fokusnya masalah dampak kesehatan. Pada saat yang sama, pemerintah perlu untuk menjaga pekerja pabrik rokok, petani yang menghasilkan tembakau, dan tentu dari sisi industri sendiri,” papar Menteri Keuangan.

Sri Mulyani menjelaskan untuk Sigaret Kretek Mesin golongan I akan mengalami kenaikan sebesar 16,9% dari semula seharga Rp740 per batang menjadi Rp865 per batang. Adapun untuk SKM golongan IIA dan IIB akan mengalami kenaikan sebesar 13,8% dan 15,4%, sehingga dari harga semula Rp470 dan Rp455 per batang menjadi Rp535 dan Rp525 per batang.

Pada Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan I akan mengalami kenaikan sebanyak 18,4%, sehingga harga berlaku akan menjadi Rp935 per batang dari semula Rp790 per batang. Sementara untuk kelompok SPM golongan IIA dan IIB akan mengalami kenaikan masing-masing 16,5% dan 18,1%. Tarif CHT SPM golongan IIA dan IIB tahun depan masing-masing sebesar Rp565 dan Rp555 per batang.

Berbeda dari kelompok lainnya, untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) sendiri tidak akan mengalami kenaikan.

Pada kesempatan itu, Menkeu mengatakan, selain menggunakan dana bagi hasil CHT ini untuk tujuan kesejahteraan rakyat dan kesehatan, pemerintah juga mengupayakan penekanan penjualan rokok ilegal.

Di lain sisi, pemerintah akan terus mendorong agar industri ini berproduksi untuk tujuan ekspor dengan beberapa fasilitas yang sudah disiapkan, mengingat ekspor SPM pada 2019 mencapai 81,4 miliar batang di mana hal itu merupakan peningkatan cukup drastis dibanding 2016 yang baru 70,9 miliar batang.

“Pemerintah akan memberikan fasilitas penundaan pembayaran pita cukai untuk perusahaan yang dominan melakukan penjualan ekspor. Penundaan ini dari 60 hari jadi 90 hari. Pemerintah akan memfokuskan produksi rokok ekspor di kawasan berikat dan kawasan lain untuk mendapat kemudahan impor demi tujuan ekpor,” jelas Sri Mulyani. (Dhika)

(redaksi)