JAKARTA, solotrust.com - Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menjadi salah satu tonggak bersejarah reformasi perpajakan yang menjadi bagian dari reformasi struktural untuk mencapai Indonesia Maju melalui fondasi sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
Reformasi perpajakan juga menjadi bagian dari proses berkelanjutan upaya percepatan pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional melalui penataan ulang sistem perpajakan agar lebih kuat di tengah tantangan pandemi dan dinamika masa depan yang harus terus diantisipasi.
“Asas dari peraturan perpajakan yang ingin dibangun di dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan adalah perpajakan harus menimbulkan keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, dikutip dari laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (07/10/202).
Menkeu mengatakan tujuan UU HPP adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi.
Menurutnya, pemulihan ekonomi dan pembalikan pertumbuhan membutuhkan banyak sekali sumber daya yang harus didesain secara sangat hati-hati dan detail. Pemerintah menggunakan semua instrumen yang ada dalam APBN seperti perpajakan, baik pajak dan bea cukai, PNBP, belanja negara, belanja daerah, dan pembiayaan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi tersebut.
“Kita juga ingin melalui undang-undang ini mengoptimalkan penerimaan negara, mewujudkan sistem pajak yang berkeadilan dan memberikan kepastian hukum, serta melaksanakan reformasi administrasi, serta kebijakan perpajakan yang makin harmonis dan konsolidatif untuk memperluas juga basis perpajakan kita di era globalisasi dan teknologi digital yang begitu sangat mendominasi,” sambung Menkeu.
Selanjutnya, tujuan keempat dari UU HPP adalah pemerintah ingin terus meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.
Sri Mulyani melanjutkan, langkah reformasi yang diambil melalui UU HPP ini melalui beberapa hal, yakni dengan melakukan penguatan administrasi perpajakan (KUP), program pengungkapan sukarela wajib pajak (PPS), serta perluasan basis perpajakan yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan melalui perbaikan kebijakan dalam PPh, PPN, cukai, dan pengenalan pajak karbon.
“Muatan dalam undang-undang ini adalah undang-undang yang menyangkut pajak penghasilan (PPh), untuk (perubahan) UU pajak penghasilan ini berlaku mulai tahun pajak 2022. Kemudian muatan kedua menyangkut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang baru akan mulai berlaku 1 April 2022. Jadi perubahan di PPN tidak berlaku pada tanggal 1 Januari 2022, namun 1 April 2022 dan memberikan waktu untuk kita terus memberikan komunikasi dan terus menyampaikan ke publik mengenai struktur dari PPN ini,” papar Menkeu, dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI, setkab.go.id.
Muatan UU HPP ketiga adalah menyangkut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP), berlaku mulai sejak undang-undang ini diundangkan.
Keempat, program pengungkapan sukarela yang berlaku hanya enam bulan sejak 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Kelima, elemen pajak karbon yang baru mulai berlaku 1 April 2022, namun mengikuti peta jalan di bidang karbon. Keenam adalah perubahan di bidang UU cukai berlaku sejak tanggal diundangkan.
(and_)