Ekonomi & Bisnis

Fasilitasi UMKM, Disnakerperin Solo Targetkan Ekspor Produk Lokal ke Negara Diaspora

Ekonomi & Bisnis

23 Desember 2021 16:31 WIB

Ekspor perdana produk lokal Solo melalui kegiatan Technolink.

SOLO, solotrust.com - Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memerlukan pendampingan dan fasilitasi dari pemerintah untuk menuju pasar global. Sebelum ekspor, UMKM harus memahami jenis komoditas dibutuhkan pasar luar negeri, pengemasan, dokumen hingga biaya.

Selain itu, dibutuhkan peran dan dukungan dari sejumlah pihak, mulai dari pemerintah kota setempat hingga pihak bea cukai dan ekspedisi logistik bandara agar UMKM bisa melakukan ekspor.



Kasi Industri Kreatif Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Solo, Ari Yeppi Kusumawati, menjelaskan pemerintah kota (Pemkot) melalui Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Solo berkolaborasi dengan PT Angkasa Pura dan Bea Cukai berhasil melakukan ekspor perdana produk-produk UMKM melalui kegiatan bernama Technolink.

"Sejak tahun 2020 kami ada kegiatan bernama Technolink. Itu membuka, mendekatkan akses pembiayaan, akses pasar, akses digitalisasi, dan akses modal. Melalui Technolink kita membuka akses pasar, tidak hanya pasar modern, tetapi juga pasar lokal, pasar internasional. Hasilnya ekspor perdana kali ini," paparnya awal pekan ini.

Adapun komoditas ekspor berupa produk-produk khas Indonesia mencakup beras, abon, klengkang, sepatu, sandal, produk ecoprint hingga batik. Bahkan, pasar luar negeri juga menaruh minat pada beras organik, cabai hingga petai.

Sasaran ekspor adalah negara yang terdapat diaspora, yakni orang-orang Indonesia bermukim di luar negeri. Tercatat dari total 55 negara, Technolink berhasil melakukan ekspor produk UMKM ke delapan negara, di antaranya Oman, Thailand, Taiwan, Filipina, Singapura, Malaysia, dan Brunei.

Menurut Ari Yeppi Kusumawati, diaspora menjadi peluang pasar yang saat ini belum pernah terekspos. Diaspora di Qatar, Oman, dan Singapura justru minta makanan khas Indonesia karena memang ada supermarket yang jualan khusus makanan Indonesia di sana dan koperasi diaspora. Bahkan, ekspor beras saja setiap pekan diharapkan bisa mencapai 500 kg.

"Nilai transaksinya sekitar Rp29 juta hanya untuk ekspor saja, tapi jangan dilihat nominalnya kelihatan kecil ya. Ini sampel sifatnya. Ketua Diaspora Indonesia Ibu Kartini meminta tolong untuk difasilitasi semua karena akan ada kelanjutannya. Pasar paling besar justru diaspora, ada 8 juta di dunia," ungkapnya.

Adapun dari segi pengemasan, di Technolink juga terdapat klinik ekspor membimbing cara packaging yang benar. Misalnya harus dibungkus berapa kali, ukuran boks, dan sebagainya.

Kendati demikian, dalam ekspor tersebut pihaknya mengakui terdapat kendala di ongkos kirim (Ongkir). Pasalnya, produk yang dikirim ini sifatnya adalah sampel, maka Pemkot memfasilitasi ongkos kirim bekerja sama dengan PT Angkasa Pura Logistik Solo.

"Ongkos kirimnya sendiri hampir mencapai 70 juta. Iya lebih besar ongkir, satu kilogram yang ke Qatar Rp800 ribu lebih, terus yang ke Taiwan, belum nanti regulasinya, belum biaya masuknya. Walaupun kita bilang ke embassy saja misal di Tokyo Jepang itu pasti tetap kena biaya masuk. Karena itu, semua regulasi pemerintah yang setiap dua minggu berubah," terang Ari Yeppi Kusumawati.

Untuk itu, diperlukan bantuan dari pihak terkait guna menyukseskan ekspor produk UMKM ke luar negeri. Misal, Angkasa Pura memberi diskon tiga hingga lima persen bergantung tujuan ekspor. Sementara untuk lokal, Angkasa Pura bersedia memberikan gratis ongkir ke seluruh Indonesia, namun yang ke luar negeri ada biaya masuk, biaya keluar, belum lagi ada sertifikasi diwajibkan masing-masing negara berbeda.

Pihaknya juga berterima kasih karena Bea Cukai memberikan informasi perubahan ketentuan negara tujuan ekspor yang berubah tiap dua pekan sekali. Misal, tanaman dilarang masuk atau produk berbau daging jangan masuk dulu. Selain itu, dilihat pula laka perjalanan ke negara tujuan. Angkasa Pura akan mengecek kira-kira akan tertahan berapa hari, bisa tidak sebelum berubah regulasinya, produk sudah bisa masuk atau lolos.

"Kita juga bekerja sama dengan Atase Perdagangan dan embassy yang ada di sana. Karena ini regulasinya tidak bisa kita ubah dari sini. Kemarin kami laporan ke Pak Wali juga kemudian Pak Wali membuka peluang. Oke Bu nanti kita diskusikan dengan beberapa menteri supaya ekspor ini dipermudah. Kalau perlu ada subsidi ongkir ya istilahnya yang kita minta karena memang tinggi sekali," beber Ari Yeppi Kusumawati.

Technolink juga akan memberi fasilitasi inkubasi bagi para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) karena ekspor ini, menurut Ari Yeppi Kusumawati ternyata gampang-gampang susah.

"Mulai dari izin standar, seperti PIRT, BPOM, hingga sertifikasi halal dipenuhi dulu untuk makanan. Kalau untuk produk batik dan dari binatang ada sertifikat lain lagi itu dipenuhi dulu," ungkapnya.

"Itu istilahnya yang dilakukan oleh Kota Solo bergandengan tangan dengan industri se-Soloraya. Harapannya tahun depan kita adakan lagi Technolink. Kita bongkar lagi dari delapan negara, siapa tahu kita ada di 55 negara. Kemudian MoU untuk teman-teman PKS (perjanjian kerja sama) langsung dari pihak diaspora mana, negara mana ke IKM, akan langsung kami fasilitasi," pungkas Ari Yeppi Kusumawati. (rum)

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya