SOLO, solotrust.com - Ketua ASITA Solo Pri Siswanto mengemukakan pijat tradisional dapat dikelola menjadi potensi wisata kesehatan ikon kota Solo namun dengan pemenuhan standarisasi tertentu.
Hal itu diungkapkan pada pertemuan antara Pemerintah Kota melalui Dinas Pariwisata dan Dinas Kesehatan dengan ASITA Solo dan Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) DPD Solo di Balaikota Solo, Jumat (24/12).
"Potensi ini muncul di saat yang tepat. Saat ini wisatawan yang datang ke Solo belum banyak karena terimbas pandemi Covid-19. Potensi Pertuni tiba-tiba muncul, barangkali Pertuni bisa diangkat potensinya dan menjadi ikon baru di Solo," papar Pri.
Menurutnya, selain menikmati kuliner dan wisata, bisa juga wisatawan menikmati wisata kesehatan selama berkunjung ke Solo. Selama ini biasanya wisatawan menikmati spa saja. Seringkali tamu ingin mencoba pijat tradisional.
"Mungkin ini bisa kita angkat dari Solo sebagai potensi wisata baru. Sehingga ketika sudah mulai ramai wisatawan maka kita bisa memperkenalkan potensi wisata baru," ujar Pri.
Pri berharap, pengelolaan potensi wisata pijat tradisional bisa dibuat semacam mekanisme agar bisa lebih banyak memberi manfaat kepada Pertuni. Serta bisa menciptakan kolaborasi antara Pertuni dengan para pelaku usaha pariwisata di Solo. Meski ada standarisasi yang dibutuhkan.
"Tentu banyak hal yang harus disiapkan bareng-bareng untuk mempromosikan potensi wisata baru ini. Seperti sertifikasi, standar pelayanan dari seragam, ruangan dan peralatan, hingga komunikasi dengan tamu," terang Pri.
Terkait potensi wisata pijat tradisional tersebut, para pemijat yang tergabung dalam Pertuni diharapkan mengantongi STPT (Surat Terdaftar Penyehat Tradisional). Tidak hanya untuk pijat saja tetapi mencakup refleksi, terapi, bekam, dan lain-lain.
STPT dari Dinas Kesehatan ini dapat diperoleh di Mal Pelayanan Publik. Adapun persyaratan mudah dan gratis. Di antaranya fotokopi KTP, foto, sertifikat ketErampilan. Setelah mendapat STPT, pemijat akan menjadi binaan Dinkes di bawah Puskesmas wilayah masing-masing.
Sertifikasi ada 2,yaknii bagi pemijat dan lokasi usaha pijat. Lokasi untuk melayani pasien diharap higienis, terpisah dari tempat tidur perorangan, dan lain-lain. STPT berlaku 2 tahun, kemudian harus dilakukan perpanjangan dan pembinaan, sesuai ketentuan Kemenkes.
Dalam kesempatan itu, Anggota Komisi II DPRD Kota Solo Jugo Agung Ruwanto mengemukakan pertemuan hari ini merupakan hasil rapat sebelumnya dengan tujuan bagaimana bisa memperjuangkan kesejahteraan dan membangkitkan ekonomi anggota Pertuni ini.
"Semoga Dinas betul -betul bisa melakukan pendampingan. Kami di DPRD siap mensupport," ujarnya. (rum)
(zend)