SOLO, solotrust.com – Permata Tua di Kota Bengawan, begitu mungkin orang akan mengenal dan mengenang Lokananta sebagai label musik pertama di Bumi Pertiwi yang berdiri 1956 silam. Di awal kelahirannya melalui inisiatif R. Maladi, Lokananta dulunya dipentukan sebagai duplikasi materi siaran Radio Republik Indonesia (RRI).
Di antara kompleks Lokananta yang di dalamnya berisi beragam koleksi pengarsipan dan segala tetek-bengek permusikan, terdapat satu ruangan yang tak kalah melegenda-nya, ialah Studio Rekaman Lokananta atau Lokananta Records.
Namun, keliru jika orang beranggapan bahwa Lokananta Records merupakan studio rekaman tertua di Tanah Air, karena faktanya Lokananta Records baru didirikan pada 1980 dan diresmikan 1985 oleh Menteri Penerangan kala itu, Harmoko.
Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Maketing Lokananta, Anggit, yang memandu Solotrust.com meromantisasi sisi-sisi Lokananta yang penuh sejarah, tepat di Hari Musik Nasional pada Rabu (9/3) sore kelabu yang enggan menjambon. Dikatakan Anggit, Lokananta Records merupakan studio rekaman terbesar di Indonesia, bukan tertua.
“Inilah studio terbesar di Indonesia sampai saat ini, jadi kalau ada yang bilang ini studio terlama, tertua, maaf, saya luruskan, ini studio terbesar, bukan tertua,” kata Anggit kepada Solotrust.com.
Di area studio yang nampak tenang, Anggit menjelaskan, bahwa Lokananta Records awalnya diperuntukan untuk rekaman gamelan dan keroncong, yang jelas memerlukan ruang tak sempit. Maka maklum jika studio rekamanan dibangun seluas lapangan futsal.
“Kenapa dibangun seluas ini di Solo, karena memang dikhususkan untuk rekaman gamelan dan keroncong. Makanya dibangun studio rekaman seluas lapangan futsal. Karena dulu rekaman dilakukan secara live kalau ada yang salah diulangi lagi dari awal,” lanjut Anggit menjelaskan.
Studio Rekaman Lokananta yang dikatakan seluas lapangan futsal. (Foto: solotrust.com/dks)
Kendati faktanya Lokananta Recordss bukan yang tertua, tetapi hal tersebut tak melunturkan kesan Lokananta yang penuh historis manis. Karena, studio ini beberapa kali pernah menjadi saksi bisu musisi ternama menelurkan mahakarya nan everlasting-nya.
Salah satunya Maestro Campursari ‘The Godfather of Broken Heart’ Didi Kempot yang merekam album “Stasiun Balapan” di sini.
“Didi Kempot rekamanan Stasiun Balapan di sini,” katanya sambil menunjuk ruang tenang Lokananta Records.
Kini, Lokananta masih menyimpan alat-alat rekaman termuktahir pada masanya, meski alat-alat rekaman itu mulai usang dengan dinamika zaman.
“Dan ini peralatan-peralatan yang ada di sini itu bisa dikatakan peralatan terbaik di masanya,” terang Anggit.
Lokananta Records –sebagai sisi tak terpisahkan dari Lokananta– masih dapat digunakan hingga kini, baik untuk rekaman musik atau event-event baik musik maupun non-musik. Hanya saja, menurut Anggit, khusus untuk rekaman lagu, pihaknya menyarankan bagi penyewa untuk membawa alat sendiri.
“Alatnya masih lama, cuma kalau ada yang mau rekaman atau konser, mending bawa peralatan sendiri. karena dulu Lokananta sempat menyediakan (alat lama), yang mau rekam atau sewa studio nggak cocok sama alatnya,” katanya. (dks/riz/dela)
(zend)