SOLO, solotrust.com - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menargetkan ekspor di tahun 2022 dua kali lipat dibandingkan tahun 2020 namun untuk mencapainya menghadapi sejumlah kendala.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Presidium DPP HIMKI Abdul Sobur di sela Gathering dan Rakernas 2022 di Solo, Kamis-Jumat, (17-18/3).
"HIMKI memiliki target ekspor USD 5 miliar atau kurang lebih dua kali lipat dari realisasi ekspor pada tahun 2020. Untuk memenuhi target ekspor tersebut maka dipastikan ke depan akan dibutuhkan kenaikan kapasitas produksi tambahan dan terkorelasi terhadap penambahan tenaga guna menopang target produksi untuk ekspor," papar Abdul Sobur pada awak media, Jumat (18/3).
Namun untuk mencapai target tersebut, kata Abdul Sobur, masih terkendala kebijakan kontraproduktif yang membuat industri mebel dan kerajinan Indonesia kurang berkembang. Di antaranya, adanya kebijakan perluasan penampang kayu yang dapat diekspor dan masih berlakunya sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) yang diberlakukan pemerintah. Akibatnya harga bahan baku bagi industri kayu tak kompetitif dibanding pesaing seperti Malaysia dan Vietnam karena untuk mengurus SVLK dan beberapa ijin pendukungnya butuh biaya sangat besar.
"Sampai saat ini SVLK masih tetap berlaku untuk industri mebel dan kerajinan. Untuk itu, kalangan pengusaha yang bergerak di sektor industri mebel dan kerajinan yang tergabung di HIMKI terus meminta pemerintah segera menghapus SVLK untuk industri mebel dan kerajinan. Penerapan kebijakan SVLK ini berdampak pada tidak maksimalnya kinerja ekspor nasional. Padahal saat ini industri mebel tengah bersaing ketat dengan pelaku industri mebel internasional seperti Malaysia, Vietnam, China dan negara-negara produsen di kawasan Eropa dan Amerika," beber Abdul Sobur.
Di sisi lain, sampai saat ini para pembeli (buyer) malah membutuhkan bahan baku kayu bersertifikat FSC yang sulit diperoleh, sehingga akhirnya dimungkinkan untuk melakukan pencampuran dengan kayu dari sumber lain dengan syarat dan ketentuan tertentu. FSC menetapkan, kayu bersertifikat FSC hanya boleh dicampur dari kayu yang bebas dari sumber yang tidak dapat diterima (unacceptable).
Pelaku usaha di industri mebel dan kerajinan juga mengeluhkan masih mahalnya harga kayu. Karena saat ini perusahaan anggota HIMKI membeli kayu dari PT Perum Perhutani dilakukan secara sendiri-sendiri atau membeli melalui beberapa perantara sehingga harganya menjadi mahal. Selain itu pengiriman barang sering tidak tepat waktu.
Untuk mengatasi sejumlah kendala tersebut diperlukan promosi, pemasaran dan penetrasi pasar sebagai langkah strategis untuk memperkenalkan produk ke pasar global sekaligus membangun citra positif produk Indonesia di mancanegara. Dengan harapan adanya kegiatan-kegiatan promosi dan pemasaran dapat terkelola dengan baik dapat dilakukan di dalam dan di luar negeri dengan jadwal yang terprogram sepanjang tahun untuk target market di seluruh dunia terutama untuk negara-negara yang perekonomiannya tumbuh.
"Untuk meningkatkan pangsa ekspor di negara-negara tradisional dan di negara non-tradisional, Rakernas merekomendasikan perlu adanya penambahan penyelenggaran pameran internasional di dalam negeri untuk menarik kunjungan buyer luar negeri ke tanah air karena saat ini hanya ada IFEX. Agar citra produk mebel dan kerajinan nasional tetap eksis dan terus berkibar maka perlu kegiatan yang offensif dan masif melalui kegiatan mengikuti pameran bertaraf internasional. Selain itu, guna memahami perkembangan tren pasar market intelegent maka diperlukan kegiatan kunjungan ke pameran-pameran internasional di luar negeri," papar Abdul Sobur.
Selain itu, desain dan pengembangan produk menjadi kunci sukses bersaing di pasar global, yaitu dengan tersedianya fasilitas penunjang untuk melakukan kegiatan pengembangan desain (Design Center) dan perlindungan desain (HAKI) di wilayah-wilayah basis produksi. Hal ini sebagai syarat terjadinya kemandirian dalam hal suplai desain. Untuk itu, institusi desain harus dikelola secara komperhensif dan berkesinambungan. Hal ini mutlak diperlukan sebagai syarat utama terbentuknya daya saing industri yang ditopang oleh kualitas desain produk yang layak pasar.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kompetensi SDM bagi industri mebel dan kerajinan nasional. Untuk itu diperlukan regulasi dalam upaya penyediaan dan pembinaan sumber daya manusia terampil. Yaitu program kerja yang disusun oleh pemerintah dan asosiasi untuk menyediakan tenaga kerja terampil berpendidikan vokasi yang siap kerja di industri mebel dan kerajinan.
Terbatasnya tenaga kerja siap pakai di pasar tenaga kerja yang memiliki keahlian-keahlian spesifik (bersertifikat) yang dibutuhkan oleh industri mebel dan kerajinan terutama keterampilan yang berbasis pada skill pengolahan kayu, rotan, bahan-bahan baku lainnya serta keahlian dalam hal IT dan manajerial yang dimiliki, masih menjadi kendala pertumbuhan industri ini.
"Untuk itu, perlu adanya program pendidikan dan pelatihan non-formal. Diakui, sampai saat ini juga masih adanya kesulitan yang dialami industri mebel dan kerajinan nasional untuk melakukan rekrutmen tenaga kerja dengan spesifikasi keahlian khusus dan tersertifikasi LSP," terang Abdul Sobur. (rum)
(zend)