Serba serbi

Penelitian Terbaru Sebut Dampak Medsos terhadap Tingkat Kepuasan Hidup Remaja

Kesehatan

31 Maret 2022 15:13 WIB

ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Solotrust.com - Dalam penelitian terbaru berjudul "Windows of developmental sensitivity to social media" yang dipublikasikan dalam  jurnal Nature Communications volume 13, yang diunggah di laman www.nature.com pada 28 Maret 2022, menemukan korelasi antara penggunaan media sosial (medsos) dengan tingkat kepuasan hidup yang rendah pada remaja.

Penelitian tersebut dilakukan oleh Amy Orben, seorang psikolog yang juga mengepalai program Digital Mental Health di Universitas Cambridge bersama timnya. Mereka awalnya melakukan survei terhadap lebih dari 72.000 orang berusia 10 hingga 80 tahun di Inggris.



Mereka disurvei hingga tujuh kali antara tahun 2011 dan 2018 dan diberi serangkaian pertanyaan yang mencakup kepuasan hidup mereka dan jumlah waktu yang mereka perkirakan habiskan di media sosial setiap harinya.

Hasilnya, orang-orang dalam rentang usia 16 hingga 21 tahun yang menggunakan media sosial dengan intensitas sangat tinggi maupun rendah, memiliki kepuasan hidup yang lebih rendah.

Pada usia 10 hingga 15 tahun, tidak ada banyak perbedaan dalam kepuasan hidup entah menggunakan media sosial dengan intensitas rendah dan tinggi. Namun dalam kelompok itu, anak perempuan dengan penggunaan media sosial yang tinggi memiliki kepuasan hidup yang lebih rendah daripada anak laki-laki.

Tim juga memeriksa data dari survei yang diberikan kepada lebih dari 17.000 anak berusia 10 hingga 21 tahun, yang hasilnya penggunaan media sosial yang lebih tinggi berkorelasi dengan kepuasan hidup yang lebih rendah setahun kemudian.

Pemerintah Inggris sendiri belum lama ini meluncurkan Rancangan Undang-undang (RUU) di Parlemen terkait keamanan online, yang akan memberi regulator kekuatan luas untuk menindak perusahaan media sosial.

Pihak berwenang di Inggris adalah garda depan gerakan global untuk mengendalikan kekuatan platform teknologi dan membuat mereka lebih bertanggung jawab atas materi berbahaya seperti pelecehan seksual terhadap anak, konten rasis, penindasan, penipuan, dan materi berbahaya lainnya yang berkembang biak di platform mereka. Upaya serupa sedang dilakukan di Uni Eropa dan Amerika Serikat

"Meski internet telah mengubah kehidupan orang-orang, namun perusahaan teknologi belum dimintai pertanggungjawaban ketika bahaya, penyalahgunaan, dan perilaku kriminal telah membuat kerusuhan di platform mereka," kata Sekretaris Digital Inggris Nadine Dorries dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilaporkan The Associated Press.

"Jika kita gagal bertindak, kita berisiko mengorbankan kesejahteraan dan kepolosan generasi anak-anak yang tak terhitung jumlahnya untuk kekuatan algoritma yang tidak terkendali," tambahnya.

Upaya perlindungan dari bahaya internet terutama untuk anak-anak juga coba dilakukan di Amerika Serikat. Awal Maret lalu, sebuah konsorsium yang terdiri dari 8 negara bagian Amerika Serikat (AS), sebagaimana dikabarkan AFP, telah mengumumkan penyelidikan bersama terhadap kemungkinan bahaya TikTok bagi pengguna usia muda, yangmana platform itu telah booming popularitasnya di kalangan anak-anak.

Video pendek TikTok menjadi populer di kalangan pengguna anak-anak, memicu kekhawatiran yang meningkat dari orang tua atas potensi anak-anak mereka mengembangkan kebiasaan penggunaan yang tidak sehat atau terpapar konten berbahaya.

Dampak media sosial pada pengguna usia muda berada di bawah pengawasan baru tahun lalu, ketika whistleblower Facebook Frances Haugen membocorkan sejumlah dokumen internal perusahaan yang menimbulkan pertanyaan apakah platform itu memprioritaskan pertumbuhan di atas keselamatan pengguna.

Dokumen-dokumen itu diberikan kepada anggota parlemen, konsorsium jurnalis dan regulator AS oleh Haugen, yang telah menjadi tokoh kritis terhadap platform media sosial terkemuka.

Meski ada serbuan perhatian media tentang masalah ini dan audiensi di hadapan anggota parlemen AS, tidak ada aturan baru yang hampir diberlakukan di tingkat nasional.

Negara-negara bagian malah melanjutkan dengan upaya mereka sendiri untuk melihat ke dalam perusahaan Big Tech, dengan berusaha memaksa perusahaan untuk membuat perubahan pada hal-hal seperti perlindungan privasi.

Misalnya, konsorsium negara bagian AS mengumumkan penyelidikan bersama pada bulan November tentang Meta selaku perusahaan induk Instagram, karena mempromosikan aplikasi kepada anak-anak meskipun diduga mengetahui potensi bahayanya.

Instagram mendapatkan kritik keras atas rencananya untuk membuat versi aplikasi berbagi foto untuk pengguna yang lebih muda, tetapi kemudian menghentikan pengembangannya. (Lin)

(zend)