Hard News

Tumpah Ruah di Jalanan, Paguyuban Reog Ponorogo Soloraya Desak Pemerintah Segera Usulkan Reog Ponorogo ke UNESCO

Jateng & DIY

11 April 2022 11:28 WIB

Massa yang berkumpul di trotoar Jl Ir Juanda, Pucangsawit, Jebres, Solo, desak pemerintah segera patenkan reog Ponorogo ke UNESCO, Sabtu (9/4) malam. (Foto: Dok. solotrust.com/dks)

SOLO, solotrust.com – Ribuan orang yang terdiri dari 21 paguyuban seniman reog Ponorogo Soloraya dan masyarakat umum, tumpah ruah di Pucangsawit, Jebres Solo, dalam Orasi Reog Ponorogo Milik Indonesia menuntut pemerintah segera memasukan reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO, Sabtu (9/4) malam.

Sesepuh reog Ponorogo Soloraya, Eko Haryanto alias Mbah Singo mengatakan, aksi ini merupakan respon kekecewaan atas sikap pemerintah melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim yang tak segera mengusulkan reog Ponorogo sebagai Warisan Tak Benda ke UNESCO 2023.



Sementara itu, Nadiem memprioritaskan mengusulkan jamu ke UNESCO, yang di waktu bersamaan, Malaysia juga hendak mengusulkan reog ke UNESCO sebagai warisan budayaannya. Pihaknya pun mendesak pemerintah segera mengusulkan kesenian reog Ponorogo ke UNESCO

“Kita tergugah bahwa reog Ponorogo harus sampai ke UNESCO, dan kami memohon kepada Bapak Menteri (Mendikbudristek, Nadiem Makarim),” pintanya.

Mbah Singo menegaskan pihaknya juga tidak terima atas klaim Malaysia. Menurutnya, reog Ponorogo merupakan kesenian asli Indonesia dan ia tegas menentang klaim itu.

“Kami selaku pelaku sejarah kesenian reog Ponorogo tidak terim, tidak mau (reog Ponorogo) diklaim (negara lain: Malaysia), karena reog Ponorogo memang asli dari nenek moyang kita, dari tanah Ponorogo. Mereka (Malaysia) bisa punya reog karena asal-usulnya orang Indonesia, tapi kenapa harus diklaim,” tegas Mbah Singo.

Pada Orasi Reog Ponorogo Milik Indonesia, dari pantauan Solotrust.com massa aksi itu mulai nampak berdatangan sejak pukul 20.00 WIB dan memadati titik kumpul awal di Jalan Ir Juanda Pucangsawit, Jebres, Solo.

Selanjutnya massa aksi secara bersama-sama menyatakan tuntutan  dengan turut menampilkan 35 dadak merak, tari jathilan, dan musik pengiring, di SDN Wonosaren, Pucangsawit, Jebres, Solo, pukul 21.00 WIB hingga 21.45 WIB. Orasi berjalan kondusif, kendati ribuan orang tersebut tumplek di titik utama dan jalanan sekitar.

“Karena kita mengingat bahwa kita warga masyarakat Kota Solo,  kita tidak ingin merugikan rakyat Solo, karena sudah terlalu crowded (berkerumum-red). Dan kita tidak bisa lama-lama,” ujarnya.

Sementara, orasi reog Soloraya ini merupakan aksi lanjutan dari para seniman dan sesepuh reog di Ponorogo, Jawa Timur yang tergugah atas sikap abai pemerintah terhadap kesenian tersebut.

“Berawal dari Ponorogo, bahwa pengede, sesepuh reog Ponorogo, lalu melalui media sosial, kita tergugah, dan ini tidak ada persiapan sama sekali kita tidak ada rencana,” terangnya.

Setelah menyampaikan tuntutannya, Mbah Singo menyatakan pihaknya bakal menunggu sikap pemerintah atas desakan tersebut. Pihaknya juga akan terus mengawal polemik ini hingga mendapat tanggapan serius dari pemerintah.

“Kita akan menunggu perkembangan, mungkin nanti kalau ada penindakan, info dari pusat, mungkin kita akan bergerak lagi; sampai Bapak Menteri (Nadiem Makarim) memberi tanggapan kepada kami,” pungkasnya. (dks)

(zend)